10 april 2017 malam

Aku seharusnya tak akan membiarkan mimpi mimpi liar malamku membunuh mimpi sadarku. Aku layaknya kamu, takut kehilangan, dan selalu mengukung rindu didalam rongga dada, sehingga itu bernyawa.

Dodo,

Tak mengerti, simpul mana yang sedang dirangkai tuhan untuk kamu dan juga aku,

Layaknya senja yang mengantarkan kepergianmu waktu itu, untuk kembali bekerja esok hari, melepaskan peluh dengan sejuta dendam

Kita membenci jarak yang membentang, sehingga terciptalah bayang bayang tak bertuan, bayang bayang itu memenuhi otakku, melumpuhkan persendianku, sehingga kekakuan tanpa kamu, adalah hal yang paling menakutkan.

Kemaren malam, untuk seperkian jam dalam waktu sehariku,

Aku seperti menggenggam belati, teriris, meringgis, pedih sekali, mimpi itu seperti hidup, lalu membunuh aku dalam tangis, kau pergi, mengucapkan perpisahan itu sekali lagi, ragaku masih diam, tertidur di ranjang, pertanyaan membungkam, apakah jiwaku sedang berada dalam masa depan untuk mimpi yang panjang? Aku lah yang kau tinggalkan

 Masih ingatkah menungguku menuruni 5 anak tangga pondok wira malam malam hujan hujan 
setelah perjalanan dari jakarta yang melelahkan? itu adalah masa tergembiraku sebagai wanita, melihat kau datang yang tak jarang dengan muka kusam penuh debu jalanan, berjuang seakan tanpa beban, seakan rintanganlah yang sedang berusaha keras menaklukimu.

Musim ini musim hujan,


Aku sebenarnya benci sekali harus bermimpi buruk di musim hujan layaknya tadi malam, mengganggu sekali, ketukan hujan mungkin tak berhenti sampai pagi, tapi aku benci, sehingga paginya aku bagai diracuni mimpi mimpi, hanyut dan sepi

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sistem Saraf Pada Ikan

Filosofi barang antik