Saat hujan turun, 26 oktober 2012


Tik, tik, tik perlahan pelan dia turun di atap kosan. Sendu, karena debitnya tak terlalu deras, gerimis, lepas dari langit. Menghajar tanah tanah kering, membasahi lahan yang mulai menguning, bau tanah menyeruak, seiring butiran butiran itu jatuh membuat baunya menguap, wangi , menurutku bau itu khas sekali
Hanya saja tak ada pelangi yang mengukir langit hitam yang sudah tak bermentari, awan gelap melewati puncak gunung geulis di sebelah timur tempat biasanya terbit mentari di jatinangor. Pagi, semuanya berawal dari sini, semuanya membuka mata disini, lalu sibuk dengan urusan masing masing, sampai senja turun, panggilan beristirahat
Hanya sampai segitu, munkin akhir akhir ini hari yang melelahkan dan membosankan, hari penuh kenangan karena masih ada yang sulit untuk dilupakan. Munkin itu kamu...
Aku kehilangan arah saat ingin keluar pada permainan  ini. aku kesulitan, kesusahan, aku lelah , aku capek , aku gundah. aku mencoba membawa semua kenangan tentang kamu, seiring catatan ini bergoyang hanyut di selokan, munkin berakhir di pembuangan terakhir, ntah akan kemana dia bermuara, asal jauh dan nggak bakal kembali lagi
Menunggu, itu melelahkan, tapi aku mau, tapi sekarang aku tak akan menunggumu lagi,
Biarlah aku hanya berteman dengan bayang bayang, mendahului takdir berkhayal berharap tentang kisahku sendiri, munkin lebih baik, aku tahu itu hampa sekurang kurangnya itu bukan beban. Tidak membuatku berharap lagi, karena di imajinasiku aku telah berlayar menemui seseorang yang di takdirkan untukku. aku hanya cukup menjadi sutradara dari kisah ku sendiri, aku ini sutradara, apa kau tahu, untuk kisah yang munkin tak terjadi, untuk kebahagian semu itu, tapi aku bahagia

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sistem Saraf Pada Ikan

Filosofi barang antik