antara peuyeum dan Final Destination

Tuhan,
Maafkan setiap keluhan yang keluar di mulut ini
Mungkin hamba tak pernah bersyukur denga posisi hamba saat ini
Padahal di luar sana hamba tahu persis jiwa banyak orang yang ingin di posisi hamba ini

“peuyeum, peuyeum” suara itu seperti menggema ditengah siang terik dipelantaran gang sempit kosan ini

Satu kali tarikan nafas panjang dari pedagang itu, aku enggan bergeming, diam didalam kamar, tak terlalu menggugah selera pikirku.

“peuyeum ketan, tape singkong”
Otak gue kayak udah mulai terkoneksi dengan banyak organ yang ditandai kerongkongan naik turun, kelenjer saliva mulai mengeluarkan air liur dan dendangan perut yang kosong.

Lumayan nih, mengingat gue termasuk orang yang suka banyak cincong kalau diajak kepasar minta di beliin lemang tapai

11 12 lah sama peyeum ketan dengan rasa asam manis hasil dari fermentasi ragi

Gue beranjak kayak orang kesetanan, merogoh selembar uang sepuluh ribu di dalam tas gue, lalu berteriak sampai si pedagang tau jika ada yang akan membeli jualannya

Sesemangat itu kah? GUE SELALU SEMANGAT SAMA MAKANAN APALAGI JIKA TELAH MENGALAMI GEJALA YANG TERTERA DI ATAS

Tak banyak yang dijual nya , hanya 2 variasi yang terlihat, peyeum, dan singkong mentah, nah mana tape singkongnya? Mungkin udah habis

Tak ada niat menanyakan si tape singkong, karena yang ditargetkan adalah peyeum yang saudaraan sama lemang ketan

Si pedagang dengan segala keramah tamahan khas sundanya menawarkan agar aku mencobanya terlebih dahulu dan gue dengan segala basa basi busuk menolak karena juga kasihan jika gue mencoba gratisan itu maka kasihan mang nya mungkin untungnya kurang

“nggak apa apa mang, aku beli 6 ya”
“6 atau 6000 neng”
“6 aja”

Mulai nyesal nih pas ini, masalah duit sih, lagi seret banget, habis belanja baju yang sebenarnya nggak penting penting amat, gue sampai nggak ada modal buat beli makanan kucing gelandangan di kosan gue.

“mang tambahin satu ya neng”

oh tuhan, itu mang mang udah jualannya cuma gopekan doang , tapi masih berbaik hati ngasih bonus, gue berpikir bagaimana bisa pedagang ini mendapatkan banyak untung, secara tape ketan itu kayak makanan beheula yang hampir tergilas zaman dibalik  bombardoir makanan modern semacam ciki ciki beraneka rasa (sengaja gue kasih contoh ini, soalnya penggemar berat ciki ciki, makanya otak gue kebanyakan micin)

Aku menyodorkan 10000 an itu, dengan sigap pedagangnya menyodorkan 7000 an ketanganku. Nah dari sinilah aku mulai hati nurani ini tergugah

Ya tuhan, apa yang terjadi sebelumnya luka lecet yang gue yakini pasti luka baru , karena jaringan epidermisnya yang terkopek masih jelas terlihat, sedikit pendarahan, ah, mungkin kalian pikir gue lebay tapi ya Tuhan, sesusah itukah cari uang, aku yakin di gerobak yang berukaran semeter kurang dikali satu setengah meter itu butuh perjuangan untuk mendorongnya, apalagi isinya singkong mentah dan kawan kawannya.

Adegan final destination 5 berulang kali diputar dibenak gue, mungkin mang mang ini tadi nggak sanggup mengangkut barang dagangannya sendiri saat tanjakan sehingga dia terpeleset dan lecet, tapi beruntung dia masih bisa terselamatkan karena dia bisa memegang roda gerobaknya sehingga tidak tergilas roda gerobaknya sendiri.

“makasih mang”

Aku tertunduk lesu, sesusah itukah tuhan, ternyata aku masih kalah kalau urusan cobaan dari mu, bahkan separuh hariku muram hanya karena sebuah cobaan, sedangkan dia, masih bisa menggemakan gang gang sempit dan tersenyum seakan akan nikmatMu itu benar benar cukup untuknya. Aku tertegun, mengutuki sisi jiwa yang lemah!








Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sistem Saraf Pada Ikan

Filosofi barang antik