Hal yang gue rindu dari mr. Infinite

Dulu seabrek buku baru yang aku tenteng dari jatos bisa menjadi bahan pembicaraan hangat dikala malam telah mau usai. Seusaiku memotonya dan terkirim ke wa nya, dia akan membalas dengan sedikit sentuhan emotikon di akhir kalimatnya yang menandakan seakan akan buku itu juga jadi hal yang sangat ingin dia baca. Aku rasa dia masih ingat tentang cerita putri ariel dan pangeran erik yang kubacakan seperti membacakan dongeng ke anak kecil agar dapat tidur dengan lelap, yang tentunya tanpa usapan dijidatnya. Jangan mempertanyakan, itu hanya karena aku bukan ibunya, hanya seseorang yang lagi tobat dari kegilaan berdebat, kejinakan itu aku tuangkan dengan rekaman suara 5 menit yang mengutip pada selembar buku 365 bedtime stories dari disney.

Aku senang saat semua cita citaku bisa kususun rapi dikepalanya, seperti rambut plontosnya yang habis selesai sisiran. Cita citaku untuk menjadi seseorang seperti louis pasteur atau hanya sekedar cita cita tentang seseorang lelaki idaman yang kudambakan dihari esok telah kuterangkan sejelas jelasnya pada setiap kalimat kalimatku. Aku selalu bisa merasa optimis pada anggukan disetiap kita bersitatap atau setiap kata kata “kau pasti bisalah” darinya yang terdengar nyaring ditelfon seluler. Dia hebat, mempengaruhi orang lain, mengubah pola pikir, mematahkan beberapa kata kata ku disetiap kali perdebatan yang akan berulang dari malam ke malam atau memaksaku berpikir ini itu untuk kembali berdebat hal yang sama sampai akhirnya langit benar benar tak bersuara lagi untuk kita.

“kepala kau yang keras itu butuh di presto”

Itu hanyalah sebuah kalimat yang akan aku tertawakan jika saat itu aku menang berdebat. Aku hanyalah seorang yang penuh tanda tanya yang tak akan menerima segala bentuk “brainwash” dari mana saja jika masih ada yang mengganjal dikepalaku. Keblak blakan versi kuli itu lah yang membuat aku bisa menelanjangi kepribadiannya, tak usah berpura pura untuk menyusun kalimat secantik apapun karena kalau jawabanya tidak ya tetap tidak. Bel, kalau lu baca ini dan jika lu minta kepala gue dipresto lagi maka gue akan tertawa penuh kemenangan sekali lagi.

Aku tak akan lupa pada langit, karena saat itu aku sangat bingung menyatukan pendapat kita tentang prinsip ketuhanan. Dia dan aku berbeda, jika dia dan aku sama sama benar waktu kita berdebat tentang tuhan, maka tuhan didunia ini akan ada dua. Tuhan dia dan Tuhan aku. Akan ada masalah baru tentunya, jikalau saat kita berdebat dahsyat kita sama sama menang, tak ada yang kalah, maka kedua Tuhan itu akan sibuk berkompromi untuk menyatukan kita.

“kebenaran itu hanya ada satu” itu isi kuliah singkatnya, dan setiap kuliahnya itu aku lebih banyak mengiyakan sampai setiap perkataannya aku tulis dengan penuh ketulusan di blog. aku hanya ingin setiap perkataannya itu abadi, dihatiku dan  disetiap tulisan di blogku. Dunia gue terhenti bel, lu beharga, saking beharganya gue lupa bagaimana gue bisa bahagia dengan lu, gue takut lu rusak, takut lu luka, takut lu bersama orang kayak gue pada akhirnya.  

Sekali lagi tentang Tuhan. Tentang perbedaan yang mendasar yang Tuhan ciptakan antara kita. Dia pasti masih ingat saat suara seorang cewek cempreng yang dinaikan beberapa oktaf yang tak ada bedanya dengan suara truk yang menabrak tumpukan piring keramik itu berseteru minta pengakuan kebenarannya tentang Tuhan ku. Hal itu terjadi berulang kali bukan? menyebalkan sekali bukan dengan semua sumpah serapah, tetapi ntah mengapa perdebatan tentang itu terjadi malam ke malam. Sampai pada akhirnya kita ini hanyalah seperti 2 orang yang agnostik yang menganggap semua agama penghianat dan pembuat kerusakan.

Sudahlah, lupakan. Tak ada gunanya berdebat ini itu tentang agama dengan pengetahuan yang masih sebiji kuaci. Karena akan selalu mempekeruh segalanya. Apalagi dia dan aku itu belum ahli tentang ini itu dengan sholat yang masih bolong bolong atau ke gereja masih malas malasan di minggu pagi. Andaikan dulu kita sadar sampai secepat itu, pasti banyak isi otak dia dan otakku yang bisa kita kaloborasikan untuk menjadi bahan debat yang lebih berguna selanjutnya, atau mungkin bisa kita satukan menjadi “sesuatu yang lebih bermakna” daripada hanya sekedar status 2 jomblo yang kesepian.


Terakhir, di sudut senja yang menyusut, untuk matahari yang tertidur sebentar, terimakasih, untuk hari hari nya yang lalu, untuk memperkenalkan ku tentang harga diri, untuk dia yang pernah melambungkan percaya diri, dan untuk segala penghargaannya yang pernah kuterima sebagai wanita. Berkat dia aku sadar, aku ini wanita, aku berharga diri dan aku patut punya percaya diri. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sistem Saraf Pada Ikan

Filosofi barang antik