GENGSI
Aku ingin menumpahkan semuanya seperti hujan yang menumpahkan berbarel barel
air dari angkasa
Mengucapkan kalimat yang dulu paling
kusesali kenapa dulu tak pernah ku ucapkan pada multku yang berbau rokok katamu
saat kau menciumku dengan kerendahan hatimu itu
Aku?
Si penista keji, untuk kau yang
banyak terzalimi oleh tajamnya perkataanku
Aku?
Hilang arah, hilang tujuan saat kau
benar benar lenyap dari sisi gelap mataku
“dit, gini
loh, maksud gue, kalau memang lu suka gue ya bilang aja, lagian gue tau kok seberapa
besar lu suka gue”
“sotoy amat
sih lu, badan kayak pesut gitu, mana mungkin gue suka lu, jangan ngayal deh”
ucapku sambil menowel kepalanya
Sebenarnya
dia itu tak terlalu dibawah rata rata menurutku, hanya saja jika kukenalkan
kebanyak orang maka hal itu menjadi berisiko, reputasiku sebagai pria tampan
kaya dan menawan bisa bobrok hanya karena cewek seperti dia. Tapi ada hal yang
tak bisa terpungkiri dari dia, dia adalah zona dimana aku menemukan diriku
sendiri, mengajari ku banyak hal dibalik segala omongan kami yang sebenarnya
tak lebih dari lelucon tak penting.
“oh ya dit,
lu punya sepeda kan, pinjemin gue dong, sekali aja, nanti gue balikin, gak
boong”
“gak ah,
nanti rusak lagi karena lu, udah sana balik kerumah lu, minta sama mak lu”
Akhirnya
cewek bermata jernih itu berlalu dengan senyuman, senyuman yang tak akan pernah
dihargai olehku saat itu. Ntah kenapa wanita itu selalu bertingkah aneh akhir
akhir ini, maksudku suka senyum senyum nggak jelas. Kita berteman cukup lama,
mulai dari awalnya gorengan ibunya sering dibeli ibuku sampai akhirnya goregan
itu jadi langganan acara arisan. Yang nganterin ya dia, lengkap dengan ucapan
terbaiknya menyapa orang yang ditemuinya dirumahku. Pertemuan kita pun tak
terlalu berkesan, sampai akhirnya kita dekat karena berada disekolah yang sama.
Dia pernah
bilang ini
“nih pake,
payung saya,dari pada kamu kehujanan”
Dia
menyerahkan payung dengan corak norak dan terdapat patahan di 2 sisinya saat
aku kehujanan pulang nunggu jemputan.
“apa apaan
sih, lu ih, jangan sok akrap disini deh, malu tau diliatin orang anggap aja nggak
kenal” ucapku ketus
“tapi aku
bisa beli payung ini juga karena ibu kamu loh, ke sekolah ini juga karena ibu
kamu, nggak enak rasanya jika saya bisa berteduh di bawah payung ini, tapi kamu...”
Aku menyodorkan
kembali padanya dan menjauhinya. Takut reputasiku jatuh jika ada yang melihatku
dengannya.
Ririn POV
“berapa banyak lagi ini?” ucapku sambil
mengecek kertas bon dari pelanggan, kekuatiran mulai memuncak
“nyantai aja
rin, udah 70 persen kok, paling lama 2 jam lagi kelar” ucap fani menenangkanku
Aku tersenyum,
fan, lu selalu punya cara ngelakuin nya cepat dan tepat,
nggak salah punya rekan kayak lu
“ah,
sukurlah, aduh maaf banget fan, gue kurang bantuin, pas orderan lagi banyak
banyaknya gue sibuk dengan nikahan gue, ninggalin lu sendirian buat ngurusin
toko kue kita” ucapku
“santai aja
kali rin, gue tau kok, lu kan pengen banget punya seseorang yang sayang banget
ke elu, tuh lu udah dapetin kan, baru setengah tahun kenal lu udah diajak nikah
lagi sama kenalan baru lu itu, gue tau pernikahan ini sangat penting kan buat
lu”
Anganku
melambung, diusiaku yang hampir 30 tahun ini, pernikahan adalah hal tersakral
yang akan menjadi yang terindah saat usiaku sudah kepala tiga. Meski usia calon
suamiku juga tak lagi muda, tapi aku yakin kita sama sama berjalan kearah yang
sama dimana kita akan selalu mencintai sampai akhir hayat kita nanti.
“oh ya rin,
aldi gimana, nggak rewel lagi kan kalau sama lu?”
Aldi?
Yap, dia
adalah anak dari calon suamiku, umurnya masih 5 tahun yang senang sekali jika
ku jemput dari taman kanak kanak waktu pulang sekolah, dan yang paling
membahagiakan adalah dia tak menganggapku makhluk asing luar angkasa lagi saat
bertemu dengannya. Kita semakin akrap terlebih 3 bulan belakangan ini. Aku
tersentuh saat mulut mungilnya mengeluarkan kata “bunda” dengan tulus.
“nggak lah
fan, gue bahagia banget deh fan, tuhan itu benar benar ngasih rejeki nya banyak
buat gue, bayangin gue dapet 2 sekaligus anak dan suami, kurang bahagia apalagi
gue”
Ririn tersenyum sumringah, hal yang paling disukai
orang orang jika ada di hidupnya adalah sangat jarang mengeluh tentang
kondisinya, termasuk dengan akan bersuamikan duda dan mempunyai anak tiri. Bagi
orang seperti fani mungkin rin lebih pantas untuk seorang bujangan, memulai
semuanya dari titik 0 bukan laki laki yang sudah bersama wanita lain
sebelumnya.
Fani pov
Kalau ada
yang bertanya tentang ririn mungkin aku adalah salah satu pakarnya. Wajahnya
tak begitu cantik, standar orang indonesia pada umumnya dengan kulit sawo
matang dan rambut ikalnya. Terus apa yang membuatnya terlalu luar biasa
dimataku sebagai seorang sahabat? Ya, kepribadiannya itu, ketulusan hatinya
meski aku sudah berulang kali menghianatinya sebagai seorang sahabat. Pertama, aku pernah menggelapkan dana osis di sma dan
menuduh ririn sebagai pelakunya, dan akibatnya hampir semua anak osis
membencinya saat itu. Dana itu kugunakan untuk menyewa meja saat di diskotik
bersama teman temanku. Yang kedua, aku pernah iri dengan kedekatannya bersama
seseorang yang bernama adit yang merupakan anak pemilik sekolah, aku merasa
sakit hati karena pria yang kusukai itu tampak begitu akrap dengan ririn
sehingga aku memutuskan untuk menjebaknya dengan memasukan ponsel adit kedalam
tasnya. Dan saat itu kembali ramai di pemberitaan sekolah menuduh ririn sebagai
pencuri yang masuk ke sekolah orang kaya. Dan puncaknya ririn berhasil keluar
dari sekolah karena ulahku.
Tapi kenapa kita bisa sedekat ini
sekarang?
Saat itu
hujan mengguyur ibukota, aku asik berjoget joget ria dikeriuhan lantai diskotik
yang dipenuhi orang orang yang menikmati malam mereka diatas pengaruh kadar alkohol
tinggi. Aku tahu saat itu mataku sangat berat dan lebih pusing dari biasanya
setelah menikmati sesloki minuman dari teman yang baru ku kenal. Beberapa menit
setelah itu aku tumbang. Dan nggak ingat apa apa
Paginya aku
terbangun di ranjang lusuh, dengan semangkok bubur dan segelas susu yang telah
terletak di meja. Aku menatap seorang wanita yang rambutnya diikat dengan
tatapan cemas dimatanya. Aku tahu persis siapa wanita ini, terakhir aku
bertemunya memang 3 tahun yang lalu saat aku memasukan ponsel adit kedalam
tasnya. Tapi aku tak akan lupa ke khasan dari senyumannya. Begitu ikhlas dan menenangkan.
Ya, dari
sana aku mulai dekat dengan ririn, usaha ayahku bangkrut total dan ibuku
kembali direhabilitasi karena gangguan psikologis hebat akibat hancurnya
keluarga kami. Saat itu aku baru semester lima di universitas swasta ternama,
hal itu membuat jiwaku terguncang, dan tak jarang aku menghabiskan malam dari
satu ranjang ke ranjang lainnya dengan laki laki yang berbeda demi memenuhi
kebutuhanku yang katanya sebagai primadona kampus, dan kasus kebangkrutan
ayahku sengaja kututup tutupi.
Aku lari
dari rentenir, di do dari kampus karena tak adanya kabar berita tentang ku,dan
satu lagi hubunganku dengan adit yang telah ku jalin 2 tahun lamanya terpaksa
di anggap berakhir tanpa adanya kalimat perpisahan dariku. 3 bulan setelah
bersembunyi di kediaman ririn, aku bisa lebih terselamatkan karena rupanya
wanita itu akan berpindah tempat tinggal ke kalimantan untuk melanjutkan
pendidikan s1 nya disana. Sebagai sahabat yang baik dia mengajakku pindah dari
kota yang telah membesarkanku jadi manusia arogan dan keegoisan tingkat tinggi.
Ada yang
tidak ku dapatkan dengan teman teman ku yang dulu saat bersama dengan ririn.
Dia membiarkanku hidup dengan apa adanya tak memaksaku untuk berubah banyak.
Pertama kenalan denganya, aku sengaja mencuri beberapa uangnya, tetapi dia tak
mempermasalahkanya sampai akhirnya aku sadar sendiri dan mengutuk apa yang
telah aku lakukan kepadanya. Aku berhutang budi padaya, termasuk di kalimantan,
ririn juga telah memperlakukan ku sebagai orang yang dia sangat percayai. Hal
itu yang membuatku menyesal melakukan hal buruk kepadanya.
Masih
membekas diingatanku, saat adit menyebut nama ririn selalu dengan bersemangat. Seperti
dia mengatakan sesuatu berita gembira saat bernostalgia dengan gadis itu. aku
tak memungkiri jika dulu aku berusaha mati matian untuk memisahkan wanita itu
dengan adit. Aku menyuruh ayahku membeli kontrakan yang ditempati ririn dengan harga tinggi, sampai
ku ketahui akhirnya dia akhinya pindah dari lingkungannya itu.
“mas, aku mau nganterin makanan dulu ke luar
kota buat acara nih, mungkin besok aja kita bertemunya, maafin ya nggak sempat
ngurusin banyak”
Aku
mendengar sendiri ririn mengucapkan itu lalu menutup teleponnya dengan kembali
fokus dengan menyetir.
“fan, emang
toko kue kita udah gede banget ya, sampai kota luar juga tau, nggak jauh jauh
amat sih tapi kan jakarta bandung kan lumayan” ucapnya penasaran
“sukuri aja rin,
hehe,rejeki nggak akan kemana”
“iya ya,
alhamdulillah”
Ririn kembali berkonsentrasi ke jalan tol, Aku sesekali menyuapkannya beberapa camilan sambil memasang
musik keras keras lagu lawas kesukaan kita. menyanyikannnya dengan bersama
sama, sudah genap 9 tahun kebersamaan kita, dia sudah seperti saudara untukku. Makanya
dia selalu menganggap anakku asra sebagai keponakan baginya, aku merasa jadi
orang dengan jiwa yang baru bersamanya, mungkin adit juga merasa ini
sebelumnya.
“wuih
acaranya gede amat ya fan, pantesan mesannya sampai 1000 paket, hihi, asik nih
bisa beli baju baru nih buat asra”
“aih kamu,
ya udh masuk aja rin”
“eh,
bukannya udah dibayar lunas ya, emang kita diundang gitu fan?”
“udh masuk aja”
Aku menarik
narik tangan ririn, sampai seseorang di depan kami menghentikan genggamanku. Ririn
menoleh menatapku sebentar lalu membisu.
Author POV
“hai fan,
hai rin?”
Tatapan laki
laki itu masih terbayang jelas dibenak ririn. Setelah 10 tahun tak pernah
bertemu lagi, wajah pria yang pernah singgah dalam hatinya itu tak banyak
berubah kecuali jambang yang tumbuh
disekitar sudut pipi dan dagunya.
“fan, pergi
yuk, pulang” ririn menarik tangan fani keras keras
“rin, bagus
ya lu ninggalin gue setelah ciuman pertama kita, gitu aja tanggung jawab lu?”
Ririn dikerubuti rasa bersalah, selama ini ririn
sengaja menyembunyikan hal itu kefani sahabatnya, takut fani memikirkan macam
macam apalagi fani merupakan mantannya adit.
“fan, maafin
gue”
“udah rin,
gue udah tau semuanya, dulu memang sulit menerimanya, tapi gue tahu hati lu rin,
perasaan lu sama dia”
Adit mendekat
“10 tahun lu
ninggalin gue, tega ya lu, dulu lu bilang suka sama gue, sebatas itu doang
ternyata”
“eh, lu mau
berantem lagi sama gue, sini” tantang ririn
“sini”
“eh, kalian
ini kenapa sih”fani menengahi
“ntar dulu”sanggah
ririn
“udah ih,
sakit, lepasin tangan gue” ucap adit menyeringai
“makanya
jangan sok sok an lu”
“aduh
bingung gue, gimana nyatuin kalian berdua”
“maksud lu
fan?”tanya ririn
Ririn
menatap adit, adit tersenyum.
“gue nunggu
lu rin, lu kemana aja sih”
“nunggu gue,
fan lu jelasin deh, nih bocah nunggu gue maksudnya apa?” ririn penasaran
“kan dulu
gue penah bilang, adit itu suka sama lu rin, dia emang kebanyakan gengsi”
“tapi fan,gue
pengen pulang”ririn hendak membawa fani berbalik
“gue
tinggalin kalian berdua ya, lebih baik kalian ngomong berdua sebelum semuanya
terlambat.
Ririn POV
Fani berbalik. Aku menatap adit dengan wajah yang
benar benar bingung. Aku mengikuti langkahnya menuju ruang kerjanya. Lalu dia
menyuruhku duduk berhadapan dengannya. aku tersentak melihat foto aku dimeja
kerjanya. Dan foto anak laki laki yang tak jauh dari tempat foto itu terletak
“eh, lu
ngapain pajang pajang foto gue”
“apa yang lu
inginkan, udah terkabul rin, benar benar terkabul, gue sekarang udah sadar
dengan apa yang terjadi diantara kita, tentang cinta yang lubicarakan 10 tahun
yang lalu”
“haha, udah
lah ya ngomongin recehan, gue mau pulang, nyiapin pernikahan gue”
“mau kemana”
ucap adit menggenggam lenganku
“balik ke
bandung, nanya lagi lu, minggir sana”
“kenapa sih
lu, nggak pernah ngomong baik baik sama gue”
“dulu
hubungan kita memang majikan dengan pembantu, sekarang gue sama lu itu sama,
nggak ada hubungan apa apa lagi”
“jangan
bohong rin, kebohongan itu yang bikin kita sampai kayak gini sekarang”
Dia
membawaku kepelukannya
“apa hak lu
ngomong kayak gitu, kalau bukan karena gengsi lu, dan kebohongan lu itu, tuhan
nggak bakal misahin kita 10 tahun, bahkan lu malu buat belain gue sehingga gue
musti keluar dari sekolah, iya gue bukan siapa siapa, seseorang yang haram lu
bela, lu anggap teman baik, lu..”
Sejenak kejadian
itu berulang ulang, dulu yang didepanku ini tak lebihnya seorang lelaki
pengucut yang hidupnya dibawah persepsi kebanyakan orang, dia pantang berkorban
untuk perasaannya, tak pernah mengikuti kata hatinya, dia hanya robot terbaik yang
diprogram untuk mengikuti semua kemauan programer nya, dalam keadaan ini
programernya adalah ucapan dari orang banyak.
“ayah”
seseorang anak kecil membuka pintu, mengejutkan kami berdua, aku sesegera
mungkin mendorong adit
“iya kenapa
nak?”
“mainan ku
rusak ayah, tante ini siapa”
“saya bukan
siapa siapa ayah kamu dek, tante pergi dulu ya” aku tergopoh gopoh menuju
pintu.
“tunggu”
Aku berlari
keluar dengan secepatnya. Persetan macam apa ini, pasti dia sudah beristri,
sifat playboynya tidak pernah hilang sampai sekarang.
“lu bisa
dengerin gue nggak sih, gue jelasin semuanya”
“huft, lu
udah denger nggak sih dit dari fani, gue seminggu lagi mau nikah loh, omongan
ini terlalu receh, bakal hancurin rencana gue kedepannya”
“gue minta
maaf, gue terlalu sayang lu rin”
“perasaan
gue nggak pernah berubah dit, gue selalu sayang sama lu, hanya saja keadaan nya
sudah beda, nggak ada yang bisa diselamatkan, gue nggak mungkin balik keposisi
yang sama, karena kali ini ada hati orang yang gue jaga”
“lu yang
berbohong sekarang untuk perasaan lu itu”
“gue akan
bersama seseorang yang benar benar bikin gue bahagia, bukan sekedar cinta
cintaan, sudahlah, gue udah ikhlasin lu jauh dari gue, lagian buat apa
kembali ketempat yang sama yang nggak bisa jamin gue bahagia, untuk apa gue
hidup hanya untuk orang yang baru akan berubah, gue udah capek menunggu,
setelah gue menyerah, maka gue menyerah” ucapku bersunggung sungguh
“rin, tapi
gue sudah punya banyak rencana untuk lu, untuk kita, pernikahan kita, termasuk
gue akan mewujudkan mimpi mimpi lu untuk pabrik sepeda, demi lu rin, lu bisa
liat buktinya kok..”
“sudahlah
dit, apapun rencana lu terimakasih, hanya saja gue nggak mau ketempat itu lagi,
lu itu trauma dihidup gue, kalau lu benar benar sayang gue, maka lu akan
bertindak untuk menghindari segala trauma untuk hidup gue, gue pamit”
Aku berbalik,
adit masih berusaha mengejar, aku percepat langkahku sebelum anak kecil itu
berteriak histeris dan adit berbalik ke ruangannya dengan segera.
Adit POV
Mungkin ini
yang dinamakan saat saat terlambat itu,
Aku tahu
saat aku dipertemukan dengannya di kantor waktu itu, dia telah pergi
meninggalkan ku dengan raganya, walaupun aku tahu persis jika hatinya masih
untukku. Dia telah menemukan sesuatu yang tak bisa ku janjikan untuknya, dan
dia temukan itu di diri bramantyo yang baru 6 bulan ini jadi pesaingku. Aku
tahu mungkin ini saat saat paling bahagia dalam hidupnya, memakai kebaya biru
muda duduk didepan penghulu di dampingi calon suaminya yang mengucapkan ikrar pernikahan mereka. Dia
tersenyum membuka lembaran baru, air matanya menetes sambil tersenyum,
bramantio mencium keningnya. Berulang ulang memori ciuman pertama ku dengan nya
terputar jelas dbenakku. Dia milik orang lain? Dia menatapku sebentar lalu
memeluk aldi yang menghambur kesisinya. Fani yang datang bersama suaminya
menepuk pundakku. Ini rasanya kehilangan yang dalam, tak pernah sekalipun
terpikirkan oleh ku sebelumnya.
Dari dulu,
aku selalu mendapatkan apa yang aku inginkan, terlahir di keluarga kaya yang
berkecukupan, punya pasangan yang membuat banyak lelaki iri terhadapku yang
selalu menggandeng wanita dengan kecantikan maksimal dengan latar belakang
keluarga terpandang, dan tentunya sekarang akulah sang pewaris tunggal perusahaan
ayahku yang telah punya jaringan dari aceh sampai papua. Kedatangan ririn dalam
hidupku benar benar bertolak belakang dengan yang kuharapkan untuk seseorang
yang kucintai. Dia itu preman, maniak, tapi kesetiannya luar biasa. Dia berani
menunggu ku berjam jam pulang kerumah demi mengantarkan buku yang di janjikan
akan dikembalikan hari itu juga. Ya aku tahu, aku sengaja berkilah untuk
bertemu dia malam malam sehabis pesta teman ku. Kadang dia menungguku benar
benar 3 jam di pos satpam, hanya karena aku tak membiarkannya menitipkan ke pak
diman karena aku takut buku itu lecet di tanganya. Dari sekian macam bentuk mempermainkannya,
akhirnya aku sadar, aku menyimpan sesuatu yang belum sempat ku ucapkan untuknya
diakhir masa sma kami.
Ririn itu
tahu persis apa yang sebenarnya ku rasa, berulang kali dia seakan
menyadarkanku, membuang gengsi dan harga dirinya sebagai wanita, mengucapkan
berkali kali tentang diriku, dan sesuatu yang tak beres diantara kita. Aku
selalu menyangkal, menolak, dan bilang jika kita sangat berbeda, dan perasaan
itu hanya padanya, bukan untukku.
“eh dit, senang
ya ketemu lu siang siang gini, meskipun cuma nganterin susu doang, lu sih
jangan sakit mulu, nggak sayang ya sama gue dan penggemar penggemar lu yang
lain, kan nggak bisa lagi liatin lu wara wiri disekolah”
“ih, lu
frontal amat sih, ngebetein amat dah”
“gue kenal
sama lu udah 6 tahun, lama juga sih, ya biasa aja dong, gue tau kok di tas lu
banyak surat surat cinta dari penggemar lu yang takut ngomong hal itu ke elu,
tapi karena gue tau siapa lu ya udah gue bilang aja ke elu, capek nulis gue,
hahaha”
“bisa aja
lu, sudah pulang sana, sumpek banget liat muka lu kucel gitu”
“hihi, iya
iya, nanti gue beli krim muka deh, biar cerah, biar kece kayak gebeten lo si
lorena itu, hahaha” ucapnya tertawa
Dan dari
sejak itu, lambaian tangan dan senyuman
yang berarti saat dia meninggalku itu, semakin hari semakin kurindukan di lubuk
hatiku terdalam, yang baru bisa kudefinisikan saat semuanya terlambat.
“fan,
makasih ya, selalu ada buat gue, ih asra mana katanya mau datang”
“itu anak
rewel lagi rin, udah di jalan padahal tadi, trus minta pulang lagi, nggak mau
lu nikah kali takut lu sibuk bakal jarang di toko kue”
“hahaha, ada
ada aja”
“dit,
makasih ya udah datang, oh iya, kenalin ini suami gue, mas bramantio”
Aku
menggenggam seseorang yang telah mengalahkanku atas dirinya, tubuhnya tinggi dan
aku yakin umurnya tak berbeda jauh dengan Rin, Palingan 34 tahunan. Dan satu
lagi yang ku ketahui dari fany adalah mereka bertemu karena toko kue itu,
lelaki itu adalah seseorang pegawai kantor pajak yang menjadi panitia saat toko
mereka diminta sebagai penyedia kue untuk event buka bersama tahun lalu.
SSS
Adit, ini adalah pertama kalinya gue
nulis surat buat lu, karena selama ini apa yang ada dalam hati gue sudah gue
jelaskan secara rinci. Ya lu bisa bilang gue miss confension atau apalah, tapi
masalah kita disekolah dulu yang ngambil hp lu itu bukan gue, dan yang
ngegelapin uang osis juga bukan gue, gue emang miskin dit, tapi gue nggak
serendah itu ngelakuin hal hal murahan demi uang. Seharusnya lu tau itu kan?
Makasih banyak berkat keluarga lu gue bisa sekolah di sekolahan semahal itu,
dan gue nggak menyesali nya ketika hak itu tak adalagi buat gue. Diharuskan
mengambil paket c saat usia gue udah 20 tahun juga tak masalah, sekurang
kurangnya gue terselamatkan karena 2,5 tahun gue pernah mendapatkan pendidikan
yang layak dnegan bantuan lu yang sering minjamin buku ke gue. Makasih ya
Nggak ada hak lu ngomongin harga diri
ke gue, untuk pertemuan terakhir kita di perusahaan lu. Gue nggak tau perasaan
apa itu, ada yang mengganjal dihati gue, seperti ada bongkahan besar yang
menutupi cahaya yang masuk kedalam gua, padahal gue sangat inginkan cahaya itu
menerangi gua tersebut, karena dalam hati gue terdalam dit,gue sangat ingin
bersama lu, tanpa malu malu menggenggam tangan lu didepan orang ramai. Dan lu
tak perlu banyak gengsi berteman dengan orang seperti gue lagi, gue ingin mimpi
fairy tale itu kenyataan, sederhana bukan? Tapi tuhan menjawabnya dengan cara
berbeda, ada harga untuk semua keterlambatan. Saat ini biarkan gue hidup tanpa
bayang lu lagi,gue bakal menyimpan semuanya dalam hati, menyimpan semua
kebaikan lu yang selalu lu bingkisi gengsi selangit itu. Sudah tak mungkin
untuk kembali, memedangi hati hati tak berdosa yang berharap kebahagiaan dari
gue. Lu musti berjalan dit, menjauhi penyesalan, gue udah memaafkan semua
kesalahan yang pernah hadir bersama kita.
Rin
Aku
membanting stir berulang kali, begitu menyesakkan sekali ini, aku meremas
kertas itu sampai remuk dan tak berbentuk, hujan deras sekali, alfian berhenti
memainkan rubik lalu menyentuh lenganku.
“ayah, mama
baru mana? Kok mama baru yang ke kantor kemaren sama orang lain, bukan sama
ayah”
Aku memeluk
anak dari pernikahan pertama ku kuat kuat. Aku pernah menjanjikan alfian
seseorang yang pantas di sebutnya sebagai ibu, bukan seperti siska yang sengaja
berselingkuh disaat alfian masih berumur 2 tahun dan meninggalkan anak ini
dengan ku. Aku tahu anak ini sangat kesepian, maka tak jarang aku bawa
kekantor, salah satu kegagalan ku dimasa lalu menikah dengan seseorang yang
hanya memberikan luka, percuma dengan uang milyaran untuk resepsi dan puluhan
juta untuk bulan madu ke eropa, pernikahan kami hanya bertahan tak lebih dari 3
tahun, persetan dengan persepsi orang orang
yang digadang gadangkan akan menjadi pasangan teromantis ter cocok atau terapalagi lah. Kita tak bisa hidup dibawah bayangan perkataan orang orang atas
hidup kita.
Ririn, andai
waktu bisa kembali disaat beribu pengakuan lu yang membuat gue serperti orang
suci dimata lu, ingin gue balas dengan jutaan kebahagian yang tak pernah kau
rasakan sebelumnya, akan kuganti dengan ribuan sepeda yang bagus yang bisa kau
kayuh sepanjang hari kemana saja, akan kutemani malam malam mu di bawah pohon
jambu sambil menatap teduhnya bintang bintang.
Rin, untukmu
yang pernah beku di hati yang dingin, untuk kau juga yang mencairkannya juga dengan
guliran waktu, kali ini aku hancur rin...
Komentar
Posting Komentar