GENGSI

Aku ingin menumpahkan semuanya  seperti hujan yang menumpahkan berbarel barel air dari angkasa

Mengucapkan kalimat yang dulu paling kusesali kenapa dulu tak pernah ku ucapkan pada multku yang berbau rokok katamu saat kau menciumku dengan kerendahan hatimu itu

Aku?
Si penista keji, untuk kau yang banyak terzalimi oleh tajamnya perkataanku

Aku?
Hilang arah, hilang tujuan saat kau benar benar lenyap dari sisi gelap mataku

“dit, gini loh, maksud gue, kalau memang lu suka gue ya bilang aja, lagian gue tau kok seberapa besar lu suka gue”
“sotoy amat sih lu, badan kayak pesut gitu, mana mungkin gue suka lu, jangan ngayal deh” ucapku sambil menowel kepalanya

Sebenarnya dia itu tak terlalu dibawah rata rata menurutku, hanya saja jika kukenalkan kebanyak orang maka hal itu menjadi berisiko, reputasiku sebagai pria tampan kaya dan menawan bisa bobrok hanya karena cewek seperti dia. Tapi ada hal yang tak bisa terpungkiri dari dia, dia adalah zona dimana aku menemukan diriku sendiri, mengajari ku banyak hal dibalik segala omongan kami yang sebenarnya tak lebih dari lelucon tak penting.

“oh ya dit, lu punya sepeda kan, pinjemin gue dong, sekali aja, nanti gue balikin, gak boong”
“gak ah, nanti rusak lagi karena lu, udah sana balik kerumah lu, minta sama mak lu”
Akhirnya cewek bermata jernih itu berlalu dengan senyuman, senyuman yang tak akan pernah dihargai olehku saat itu. Ntah kenapa wanita itu selalu bertingkah aneh akhir akhir ini, maksudku suka senyum senyum nggak jelas. Kita berteman cukup lama, mulai dari awalnya gorengan ibunya sering dibeli ibuku sampai akhirnya goregan itu jadi langganan acara arisan. Yang nganterin ya dia, lengkap dengan ucapan terbaiknya menyapa orang yang ditemuinya dirumahku. Pertemuan kita pun tak terlalu berkesan, sampai akhirnya kita dekat karena berada disekolah yang sama.

Dia pernah bilang ini
“nih pake, payung saya,dari pada kamu kehujanan”
Dia menyerahkan payung dengan corak norak dan terdapat patahan di 2 sisinya saat aku kehujanan pulang nunggu jemputan.
“apa apaan sih, lu ih, jangan sok akrap disini deh, malu tau diliatin orang anggap aja nggak kenal” ucapku ketus
“tapi aku bisa beli payung ini juga karena ibu kamu loh, ke sekolah ini juga karena ibu kamu, nggak enak rasanya jika saya bisa berteduh di bawah payung ini, tapi kamu...”
Aku menyodorkan kembali padanya dan menjauhinya. Takut reputasiku jatuh jika ada yang melihatku dengannya.

Ririn POV
 “berapa banyak lagi ini?” ucapku sambil mengecek kertas bon dari pelanggan, kekuatiran mulai memuncak
“nyantai aja rin, udah 70 persen kok, paling lama 2 jam lagi kelar” ucap fani menenangkanku
Aku tersenyum, fan, lu selalu  punya cara ngelakuin nya cepat dan tepat, nggak salah punya rekan kayak lu
“ah, sukurlah, aduh maaf banget fan, gue kurang bantuin, pas orderan lagi banyak banyaknya gue sibuk dengan nikahan gue, ninggalin lu sendirian buat ngurusin toko kue kita” ucapku
“santai aja kali rin, gue tau kok, lu kan pengen banget punya seseorang yang sayang banget ke elu, tuh lu udah dapetin kan, baru setengah tahun kenal lu udah diajak nikah lagi sama kenalan baru lu itu, gue tau pernikahan ini sangat penting kan buat lu”

Anganku melambung, diusiaku yang hampir 30 tahun ini, pernikahan adalah hal tersakral yang akan menjadi yang terindah saat usiaku sudah kepala tiga. Meski usia calon suamiku juga tak lagi muda, tapi aku yakin kita sama sama berjalan kearah yang sama dimana kita akan selalu mencintai sampai akhir hayat kita nanti.
“oh ya rin, aldi gimana, nggak rewel lagi kan kalau sama lu?”

Aldi?
Yap, dia adalah anak dari calon suamiku, umurnya masih 5 tahun yang senang sekali jika ku jemput dari taman kanak kanak waktu pulang sekolah, dan yang paling membahagiakan adalah dia tak menganggapku makhluk asing luar angkasa lagi saat bertemu dengannya. Kita semakin akrap terlebih 3 bulan belakangan ini. Aku tersentuh saat mulut mungilnya mengeluarkan kata “bunda” dengan tulus.

“nggak lah fan, gue bahagia banget deh fan, tuhan itu benar benar ngasih rejeki nya banyak buat gue, bayangin gue dapet 2 sekaligus anak dan suami, kurang bahagia apalagi gue”

Ririn  tersenyum sumringah, hal yang paling disukai orang orang jika ada di hidupnya adalah sangat jarang mengeluh tentang kondisinya, termasuk dengan akan bersuamikan duda dan mempunyai anak tiri. Bagi orang seperti fani mungkin rin lebih pantas untuk seorang bujangan, memulai semuanya dari titik 0 bukan laki laki yang sudah bersama wanita lain sebelumnya.

Fani pov
Kalau ada yang bertanya tentang ririn mungkin aku adalah salah satu pakarnya. Wajahnya tak begitu cantik, standar orang indonesia pada umumnya dengan kulit sawo matang dan rambut ikalnya. Terus apa yang membuatnya terlalu luar biasa dimataku sebagai seorang sahabat? Ya, kepribadiannya itu, ketulusan hatinya meski aku sudah berulang kali menghianatinya sebagai seorang sahabat. Pertama,  aku pernah menggelapkan dana osis di sma dan menuduh ririn sebagai pelakunya, dan akibatnya hampir semua anak osis membencinya saat itu. Dana itu kugunakan untuk menyewa meja saat di diskotik bersama teman temanku. Yang kedua, aku pernah iri dengan kedekatannya bersama seseorang yang bernama adit yang merupakan anak pemilik sekolah, aku merasa sakit hati karena pria yang kusukai itu tampak begitu akrap dengan ririn sehingga aku memutuskan untuk menjebaknya dengan memasukan ponsel adit kedalam tasnya. Dan saat itu kembali ramai di pemberitaan sekolah menuduh ririn sebagai pencuri yang masuk ke sekolah orang kaya. Dan puncaknya ririn berhasil keluar dari sekolah karena ulahku.

Tapi kenapa kita bisa sedekat ini sekarang?
Saat itu hujan mengguyur ibukota, aku asik berjoget joget ria dikeriuhan lantai diskotik yang dipenuhi orang orang yang menikmati malam mereka diatas pengaruh kadar alkohol tinggi. Aku tahu saat itu mataku sangat berat dan lebih pusing dari biasanya setelah menikmati sesloki minuman dari teman yang baru ku kenal. Beberapa menit setelah itu aku tumbang. Dan nggak ingat apa apa

Paginya aku terbangun di ranjang lusuh, dengan semangkok bubur dan segelas susu yang telah terletak di meja. Aku menatap seorang wanita yang rambutnya diikat dengan tatapan cemas dimatanya. Aku tahu persis siapa wanita ini, terakhir aku bertemunya memang 3 tahun yang lalu saat aku memasukan ponsel adit kedalam tasnya. Tapi aku tak akan lupa ke khasan dari senyumannya. Begitu ikhlas dan menenangkan.

Ya, dari sana aku mulai dekat dengan ririn, usaha ayahku bangkrut total dan ibuku kembali direhabilitasi karena gangguan psikologis hebat akibat hancurnya keluarga kami. Saat itu aku baru semester lima di universitas swasta ternama, hal itu membuat jiwaku terguncang, dan tak jarang aku menghabiskan malam dari satu ranjang ke ranjang lainnya dengan laki laki yang berbeda demi memenuhi kebutuhanku yang katanya sebagai primadona kampus, dan kasus kebangkrutan ayahku sengaja kututup tutupi.

Aku lari dari rentenir, di do dari kampus karena tak adanya kabar berita tentang ku,dan satu lagi hubunganku dengan adit yang telah ku jalin 2 tahun lamanya terpaksa di anggap berakhir tanpa adanya kalimat perpisahan dariku. 3 bulan setelah bersembunyi di kediaman ririn, aku bisa lebih terselamatkan karena rupanya wanita itu akan berpindah tempat tinggal ke kalimantan untuk melanjutkan pendidikan s1 nya disana. Sebagai sahabat yang baik dia mengajakku pindah dari kota yang telah membesarkanku jadi manusia arogan dan keegoisan tingkat tinggi.

Ada yang tidak ku dapatkan dengan teman teman ku yang dulu saat bersama dengan ririn. Dia membiarkanku hidup dengan apa adanya tak memaksaku untuk berubah banyak. Pertama kenalan denganya, aku sengaja mencuri beberapa uangnya, tetapi dia tak mempermasalahkanya sampai akhirnya aku sadar sendiri dan mengutuk apa yang telah aku lakukan kepadanya. Aku berhutang budi padaya, termasuk di kalimantan, ririn juga telah memperlakukan ku sebagai orang yang dia sangat percayai. Hal itu yang membuatku menyesal melakukan hal buruk kepadanya.

Masih membekas diingatanku, saat adit menyebut nama ririn selalu dengan bersemangat. Seperti dia mengatakan sesuatu berita gembira saat bernostalgia dengan gadis itu. aku tak memungkiri jika dulu aku berusaha mati matian untuk memisahkan wanita itu dengan adit. Aku menyuruh ayahku membeli kontrakan  yang ditempati ririn dengan harga tinggi, sampai ku ketahui akhirnya dia akhinya pindah dari lingkungannya itu.

 “mas, aku mau nganterin makanan dulu ke luar kota buat acara nih, mungkin besok aja kita bertemunya, maafin ya nggak sempat ngurusin banyak”
Aku mendengar sendiri ririn mengucapkan itu lalu menutup teleponnya dengan kembali fokus dengan menyetir.

“fan, emang toko kue kita udah gede banget ya, sampai kota luar juga tau, nggak jauh jauh amat sih tapi kan jakarta bandung kan lumayan” ucapnya penasaran
“sukuri aja rin, hehe,rejeki nggak akan kemana”
“iya ya, alhamdulillah”

Ririn kembali berkonsentrasi ke jalan tol, Aku sesekali menyuapkannya beberapa camilan sambil memasang musik keras keras lagu lawas kesukaan kita. menyanyikannnya dengan bersama sama, sudah genap 9 tahun kebersamaan kita, dia sudah seperti saudara untukku. Makanya dia selalu menganggap anakku asra sebagai keponakan baginya, aku merasa jadi orang dengan jiwa yang baru bersamanya, mungkin adit juga merasa ini sebelumnya.

“wuih acaranya gede amat ya fan, pantesan mesannya sampai 1000 paket, hihi, asik nih bisa beli baju baru nih buat asra”
“aih kamu, ya udh masuk aja rin”
“eh, bukannya udah dibayar lunas ya, emang kita diundang gitu fan?”
“udh masuk aja”

Aku menarik narik tangan ririn, sampai seseorang di depan kami menghentikan genggamanku. Ririn  menoleh menatapku sebentar lalu membisu.

Author POV
“hai fan, hai rin?”
Tatapan laki laki itu masih terbayang jelas dibenak ririn. Setelah 10 tahun tak pernah bertemu lagi, wajah pria yang pernah singgah dalam hatinya itu tak banyak berubah kecuali  jambang yang tumbuh disekitar sudut pipi dan dagunya.
“fan, pergi yuk, pulang” ririn menarik tangan fani keras keras
“rin, bagus ya lu ninggalin gue setelah ciuman pertama kita, gitu aja tanggung jawab lu?”
Ririn  dikerubuti rasa bersalah, selama ini ririn sengaja menyembunyikan hal itu kefani sahabatnya, takut fani memikirkan macam macam apalagi fani merupakan mantannya adit.
“fan, maafin gue”
“udah rin, gue udah tau semuanya, dulu memang sulit menerimanya, tapi gue tahu hati lu rin, perasaan lu sama dia”

Adit mendekat
“10 tahun lu ninggalin gue, tega ya lu, dulu lu bilang suka sama gue, sebatas itu doang ternyata”
“eh, lu mau berantem lagi sama gue, sini” tantang ririn
“sini”
“eh, kalian ini kenapa sih”fani menengahi
“ntar dulu”sanggah ririn
“udah ih, sakit, lepasin tangan gue” ucap adit menyeringai
“makanya jangan sok sok an lu”
“aduh bingung gue, gimana nyatuin kalian berdua”
“maksud lu fan?”tanya ririn

Ririn menatap adit, adit tersenyum.
“gue nunggu lu rin, lu kemana aja sih”
“nunggu gue, fan lu jelasin deh, nih bocah nunggu gue maksudnya apa?” ririn penasaran
“kan dulu gue penah bilang, adit itu suka sama lu rin, dia emang kebanyakan gengsi”
“tapi fan,gue pengen pulang”ririn hendak membawa fani berbalik
“gue tinggalin kalian berdua ya, lebih baik kalian ngomong berdua sebelum semuanya terlambat.

Ririn POV
Fani  berbalik. Aku menatap adit dengan wajah yang benar benar bingung. Aku mengikuti langkahnya menuju ruang kerjanya. Lalu dia menyuruhku duduk berhadapan dengannya. aku tersentak melihat foto aku dimeja kerjanya. Dan foto anak laki laki yang tak jauh dari tempat foto itu terletak

“eh, lu ngapain pajang pajang foto gue”
“apa yang lu inginkan, udah terkabul rin, benar benar terkabul, gue sekarang udah sadar dengan apa yang terjadi diantara kita, tentang cinta yang lubicarakan 10 tahun yang lalu”
“haha, udah lah ya ngomongin recehan, gue mau pulang, nyiapin pernikahan gue”
“mau kemana” ucap adit menggenggam lenganku
“balik ke bandung, nanya lagi lu, minggir sana”
“kenapa sih lu, nggak pernah ngomong baik baik sama gue”
“dulu hubungan kita memang majikan dengan pembantu, sekarang gue sama lu itu sama, nggak ada hubungan apa apa lagi”
“jangan bohong rin, kebohongan itu yang bikin kita sampai kayak gini sekarang”

Dia membawaku kepelukannya
“apa hak lu ngomong kayak gitu, kalau bukan karena gengsi lu, dan kebohongan lu itu, tuhan nggak bakal misahin kita 10 tahun, bahkan lu malu buat belain gue sehingga gue musti keluar dari sekolah, iya gue bukan siapa siapa, seseorang yang haram lu bela, lu anggap teman baik, lu..”

Sejenak kejadian itu berulang ulang, dulu yang didepanku ini tak lebihnya seorang lelaki pengucut yang hidupnya dibawah persepsi kebanyakan orang, dia pantang berkorban untuk perasaannya, tak pernah mengikuti kata hatinya, dia hanya robot terbaik yang diprogram untuk mengikuti semua kemauan programer nya, dalam keadaan ini programernya adalah ucapan dari orang banyak.

“ayah” seseorang anak kecil membuka pintu, mengejutkan kami berdua, aku sesegera mungkin mendorong adit
“iya kenapa nak?”
“mainan ku rusak ayah, tante ini siapa”
“saya bukan siapa siapa ayah kamu dek, tante pergi dulu ya” aku tergopoh gopoh menuju pintu.
“tunggu”

Aku berlari keluar dengan secepatnya. Persetan macam apa ini, pasti dia sudah beristri, sifat playboynya tidak pernah hilang sampai sekarang.
“lu bisa dengerin gue nggak sih, gue jelasin semuanya”
“huft, lu udah denger nggak sih dit dari fani, gue seminggu lagi mau nikah loh, omongan ini terlalu receh, bakal hancurin rencana gue kedepannya”
“gue minta maaf, gue terlalu sayang lu rin”
“perasaan gue nggak pernah berubah dit, gue selalu sayang sama lu, hanya saja keadaan nya sudah beda, nggak ada yang bisa diselamatkan, gue nggak mungkin balik keposisi yang sama, karena kali ini ada hati orang yang gue jaga”
“lu yang berbohong sekarang untuk perasaan lu itu”
“gue akan bersama seseorang yang benar benar bikin gue bahagia, bukan sekedar cinta cintaan, sudahlah, gue udah ikhlasin lu jauh dari gue, lagian buat apa kembali ketempat yang sama yang nggak bisa jamin gue bahagia, untuk apa gue hidup hanya untuk orang yang baru akan berubah, gue udah capek menunggu, setelah gue menyerah, maka gue menyerah” ucapku bersunggung sungguh

“rin, tapi gue sudah punya banyak rencana untuk lu, untuk kita, pernikahan kita, termasuk gue akan mewujudkan mimpi mimpi lu untuk pabrik sepeda, demi lu rin, lu bisa liat buktinya kok..”
“sudahlah dit, apapun rencana lu terimakasih, hanya saja gue nggak mau ketempat itu lagi, lu itu trauma dihidup gue, kalau lu benar benar sayang gue, maka lu akan bertindak untuk menghindari segala trauma untuk hidup gue, gue pamit”

Aku berbalik, adit masih berusaha mengejar, aku percepat langkahku sebelum anak kecil itu berteriak histeris dan adit berbalik ke ruangannya dengan segera.

Adit POV
Mungkin ini yang dinamakan saat saat terlambat itu,

Aku tahu saat aku dipertemukan dengannya di kantor waktu itu, dia telah pergi meninggalkan ku dengan raganya, walaupun aku tahu persis jika hatinya masih untukku. Dia telah menemukan sesuatu yang tak bisa ku janjikan untuknya, dan dia temukan itu di diri bramantyo yang baru 6 bulan ini jadi pesaingku. Aku tahu mungkin ini saat saat paling bahagia dalam hidupnya, memakai kebaya biru muda duduk didepan penghulu di dampingi calon suaminya  yang mengucapkan ikrar pernikahan mereka. Dia tersenyum membuka lembaran baru, air matanya menetes sambil tersenyum, bramantio mencium keningnya. Berulang ulang memori ciuman pertama ku dengan nya terputar jelas dbenakku. Dia milik orang lain? Dia menatapku sebentar lalu memeluk aldi yang menghambur kesisinya. Fani yang datang bersama suaminya menepuk pundakku. Ini rasanya kehilangan yang dalam, tak pernah sekalipun terpikirkan oleh ku sebelumnya.

Dari dulu, aku selalu mendapatkan apa yang aku inginkan, terlahir di keluarga kaya yang berkecukupan, punya pasangan yang membuat banyak lelaki iri terhadapku yang selalu menggandeng wanita dengan kecantikan maksimal dengan latar belakang keluarga terpandang, dan tentunya sekarang akulah sang pewaris tunggal perusahaan ayahku yang telah punya jaringan dari aceh sampai papua. Kedatangan ririn dalam hidupku benar benar bertolak belakang dengan yang kuharapkan untuk seseorang yang kucintai. Dia itu preman, maniak, tapi kesetiannya luar biasa. Dia berani menunggu ku berjam jam pulang kerumah demi mengantarkan buku yang di janjikan akan dikembalikan hari itu juga. Ya aku tahu, aku sengaja berkilah untuk bertemu dia malam malam sehabis pesta teman ku. Kadang dia menungguku benar benar 3 jam di pos satpam, hanya karena aku tak membiarkannya menitipkan ke pak diman karena aku takut buku itu lecet di tanganya. Dari sekian macam bentuk mempermainkannya, akhirnya aku sadar, aku menyimpan sesuatu yang belum sempat ku ucapkan untuknya diakhir masa sma kami.

Ririn itu tahu persis apa yang sebenarnya ku rasa, berulang kali dia seakan menyadarkanku, membuang gengsi dan harga dirinya sebagai wanita, mengucapkan berkali kali tentang diriku, dan sesuatu yang tak beres diantara kita. Aku selalu menyangkal, menolak, dan bilang jika kita sangat berbeda, dan perasaan itu hanya padanya, bukan untukku.

“eh dit, senang ya ketemu lu siang siang gini, meskipun cuma nganterin susu doang, lu sih jangan sakit mulu, nggak sayang ya sama gue dan penggemar penggemar lu yang lain, kan nggak bisa lagi liatin lu wara wiri disekolah”
“ih, lu frontal amat sih, ngebetein amat dah”
“gue kenal sama lu udah 6 tahun, lama juga sih, ya biasa aja dong, gue tau kok di tas lu banyak surat surat cinta dari penggemar lu yang takut ngomong hal itu ke elu, tapi karena gue tau siapa lu ya udah gue bilang aja ke elu, capek nulis gue, hahaha”
“bisa aja lu, sudah pulang sana, sumpek banget liat muka lu kucel gitu”
“hihi, iya iya, nanti gue beli krim muka deh, biar cerah, biar kece kayak gebeten lo si lorena itu, hahaha” ucapnya tertawa

Dan dari sejak itu,  lambaian tangan dan senyuman yang berarti saat dia meninggalku itu, semakin hari semakin kurindukan di lubuk hatiku terdalam, yang baru bisa kudefinisikan saat semuanya terlambat.

“fan, makasih ya, selalu ada buat gue, ih asra mana katanya mau datang”
“itu anak rewel lagi rin, udah di jalan padahal tadi, trus minta pulang lagi, nggak mau lu nikah kali takut lu sibuk bakal jarang di toko kue”
“hahaha, ada ada aja”
“dit, makasih ya udah datang, oh iya, kenalin ini suami gue, mas bramantio”
Aku menggenggam seseorang yang telah mengalahkanku atas dirinya, tubuhnya tinggi dan aku yakin umurnya tak berbeda jauh dengan Rin, Palingan 34 tahunan. Dan satu lagi yang ku ketahui dari fany adalah mereka bertemu karena toko kue itu, lelaki itu adalah seseorang pegawai kantor pajak yang menjadi panitia saat toko mereka diminta sebagai penyedia kue untuk event buka bersama tahun lalu.

SSS
Adit, ini adalah pertama kalinya gue nulis surat buat lu, karena selama ini apa yang ada dalam hati gue sudah gue jelaskan secara rinci. Ya lu bisa bilang gue miss confension atau apalah, tapi masalah kita disekolah dulu yang ngambil hp lu itu bukan gue, dan yang ngegelapin uang osis juga bukan gue, gue emang miskin dit, tapi gue nggak serendah itu ngelakuin hal hal murahan demi uang. Seharusnya lu tau itu kan? Makasih banyak berkat keluarga lu gue bisa sekolah di sekolahan semahal itu, dan gue nggak menyesali nya ketika hak itu tak adalagi buat gue. Diharuskan mengambil paket c saat usia gue udah 20 tahun juga tak masalah, sekurang kurangnya gue terselamatkan karena 2,5 tahun gue pernah mendapatkan pendidikan yang layak dnegan bantuan lu yang sering minjamin buku ke gue. Makasih ya
Nggak ada hak lu ngomongin harga diri ke gue, untuk pertemuan terakhir kita di perusahaan lu. Gue nggak tau perasaan apa itu, ada yang mengganjal dihati gue, seperti ada bongkahan besar yang menutupi cahaya yang masuk kedalam gua, padahal gue sangat inginkan cahaya itu menerangi gua tersebut, karena dalam hati gue terdalam dit,gue sangat ingin bersama lu, tanpa malu malu menggenggam tangan lu didepan orang ramai. Dan lu tak perlu banyak gengsi berteman dengan orang seperti gue lagi, gue ingin mimpi fairy tale itu kenyataan, sederhana bukan? Tapi tuhan menjawabnya dengan cara berbeda, ada harga untuk semua keterlambatan. Saat ini biarkan gue hidup tanpa bayang lu lagi,gue bakal menyimpan semuanya dalam hati, menyimpan semua kebaikan lu yang selalu lu bingkisi gengsi selangit itu. Sudah tak mungkin untuk kembali, memedangi hati hati tak berdosa yang berharap kebahagiaan dari gue. Lu musti berjalan dit, menjauhi penyesalan, gue udah memaafkan semua kesalahan yang pernah hadir bersama kita.
Rin
Aku membanting stir berulang kali, begitu menyesakkan sekali ini, aku meremas kertas itu sampai remuk dan tak berbentuk, hujan deras sekali, alfian berhenti memainkan rubik lalu menyentuh lenganku.
“ayah, mama baru mana? Kok mama baru yang ke kantor kemaren sama orang lain, bukan sama ayah”
Aku memeluk anak dari pernikahan pertama ku kuat kuat. Aku pernah menjanjikan alfian seseorang yang pantas di sebutnya sebagai ibu, bukan seperti siska yang sengaja berselingkuh disaat alfian masih berumur 2 tahun dan meninggalkan anak ini dengan ku. Aku tahu anak ini sangat kesepian, maka tak jarang aku bawa kekantor, salah satu kegagalan ku dimasa lalu menikah dengan seseorang yang hanya memberikan luka, percuma dengan uang milyaran untuk resepsi dan puluhan juta untuk bulan madu ke eropa, pernikahan kami hanya bertahan tak lebih dari 3 tahun, persetan dengan persepsi orang orang  yang digadang gadangkan akan menjadi pasangan teromantis ter cocok atau terapalagi lah. Kita tak bisa hidup dibawah bayangan perkataan orang orang atas hidup kita.
Ririn, andai waktu bisa kembali disaat beribu pengakuan lu yang membuat gue serperti orang suci dimata lu, ingin gue balas dengan jutaan kebahagian yang tak pernah kau rasakan sebelumnya, akan kuganti dengan ribuan sepeda yang bagus yang bisa kau kayuh sepanjang hari kemana saja, akan kutemani malam malam mu di bawah pohon jambu sambil menatap teduhnya bintang bintang.

Rin, untukmu yang pernah beku di hati yang dingin, untuk kau juga yang mencairkannya juga dengan guliran waktu, kali ini  aku hancur rin...


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sistem Saraf Pada Ikan

Filosofi barang antik