It’s so late
Aku tidak bisa membayangkan
apapun lagi. Semuanya buntu bak saluran air yang macet akibat tersangkut gabus.
Ringan tapi membuat semuanya ribet. Hal sekecil itu membuat hidupku berubah
memikirkan seseorang yang mustinya tak harus kupikirkan
Seusai
pulang sekolah, aku selalu mencuri curi waktu menyelinap dari toko kelontong
milik ayahku ke lapangan basket dekat pasar induk ini. aku rela meninggalkan
toko saat ayah memberikan amanat untuk menjaga toko kepadaku. Akibatnya tak
sedikit calon pembeli yang tak jadi bertransaksi atau toko pernah kemalingan
satu kali karena ulahku sendiri
“kamu kemana saja, kan udah ayah
bilang, jagain toko menjelang ayah shalat sebentar”ucap ayah menceramahiku
“maaf ayah, aku ada keperluan
keluar sebentar”ucapku tak berani menatap mata ayah
Ayah menggeleng. Ini sudah
berapa kali aku berbuat kesalahan yang sama. Ayah sepertinya sudah mulai
mencurigai apa yang terjadi padaku
“ayah nggak mau kau berbuat
kesalahan yang sama lagi”
Ayah pun berlalu melayani
pembeli lagi
Aku kembali menekuni pekerjaan
rumahku yang belum selesai. Sesekali terlintas di benakku tentang seseorang
yang sangat menarik perhatian ku akhir akhir ini. bagaimana lagaknya menaklukan lapangan basket kumuh di
pelantaran pasar. Hal itu membuatku terkagum kagum lalu tersenyum senyum
sendiri.
Aku pertama melihatnya saat dia
beraksi di kejuaraan basket antar sekolah. aku bersama team cheers yang lain
berusaha menyemangati tim kami yang kalah menggenaskan dari timnya smu 10. Hari
itu adalah hari pertama ku sebagai cheeleder. Penampilanya luar biasa terlihat
sekali kalau dia pemain yang diagung agungkan di sekolahanya. Dia penyerang
yang baik, lihai, pandai memanfaatkan kesempatan dan selain itu wajahnya itu
membuat sebagian cewek cewek di sekolahku berkhianat mendukung tim sekolahanya.
Aku tak bisa menyalahkanya, karena waktu itu tim kami penampilanya benar benar
mengecewakan. Beberapa orang tak berani berharap lagi, meski udah bongkar
pasang pemain dengan pemain cadangan. Langkah mentok pelatih yang menganggap
masih ada kesempatan.
Sebenarnya hari itu aku kesal
setengah mati, kesal akan cewek cewek centil yang malah menyemangati tim
sekolah lain bukan tim nya sendiri. kesal dengan tim cherrs yag mulai
kehilangan semangat, semangat kami terkikis dengan tim cherrs lawan yang seakan
merendahkan kami. Gerakan timcherss nya yang semakin bersorak girang karena
timnya memasukan bola lagi lagi dan lagi. 20-57 itu kekalahan tim ku yang
memalukan yang memaksaku berhenti unuk sementara waktu untuk team cheleders
dalam kejuaran sekolah ini. kami tersisih dalam babak 8 besar
“keren banget si rei, hebat
banget”kata seniorku seusai meminum air mineral cup
“iya, keren banget, dan wajahnya
itu loh sis ganteng banget”kata seniorku yang lain
Aku menyeringai, ganteng?ganteng
apanya, tak ada dalam kamusku memuji musuh. Bagaimanapun memalukanya tim kami
tetap saja yang paling keren itu tim
kita. Semangat ke team aku kambuh. Setelah mengingat salah seorang dari tim basket
itu teman sekelasku, yuda. Meski cadangan dan keluar pada lima menit sebelum
usai tapi bagiku penampilanya tak mengecewakan.
Selesai pertandingan, kira kira
jam setengah empatan aku pulang di bonceng yuda karena rumahku memang searah
denganya. aku menyemangatinya, agar
jangan putus asa. Aku dengan dia benar benar dekat semenjak duduk di smp,
tentunya setelah toko kuenya bertengger di sebelah toko kelontong ayahnya.
Tepatnya saat aku duduk si kelas 2 smp
“yud, tenang aja, kita bisa
menang kok, lo hanya harus mengerti aja permainan si rei itu”
“siapa rei, lo tau dari mana
namanya rei”yudha masih memacu motornya tapi gerakan nya cendrung di perlambat
“iya kata senior gue, ntar gue
ajarin lo gimana dia masukin bola bola itu”janji ku
“kayak bisa aja lo, dia itu
hebat banget”
“tenang sehebat hebat tupai
melompat pasti akan jatuh juga, termasuk dia”
“bisa aja lo”
Aku menepati janji ku ke yudha.
Aku adalah mantan tim basket sewaktu smp. Walaupun tinggiku termasuk di bawah
tinggi rata rata tim basket tapi aku paling terkenal karena kelincahanku
mengelola bola. Menyelip ke daerah pertahanan lawan, walau urusan nembak ke
keranjang bukan urusan ku tapi tim ku sukses akan piala bergilir pemerintah
kota sebagai tim basket yang mempertahankan piala itu selama dua tahun. Cukup
lah sebagai dasar ku untuk mengajari yudha.
Tapi seminggu berlalu, aku masih
berkutat dengan kesimpulan singkatku. Apa yang kulihat waktu pertandingan itu.
mengingat ngingatnya tapi lama kelamaan latihan ini terkesan garing, karena aku
tak juga dapat menyipulkan dimana kelemahan yang paling hebat dari tim si rei
itu . tapi kabar baik datang dari senior seniorku yag mengatakan jika rei sering
berlatih di lapangan basket dekat pasar induk. Eureka, itu yang sedang ku cari.
“yud, gue punya ide, kita nyusup
ke pasar induk aja, di sana lo bakal tahu dimana kelemahan rei”kataku
bersemangat
Yudha terlihat tak yakin dengan
keputusanku
“lo yang benar aja itu daerah
street ball, kita nggak bakal aman disana”
Aku
mengerti madsud perkataan yudha, daerah sana memang rawan terjadi tindak
kejahatan, mereka menukarkan kalah dan menang dengan imbalan yang telah di
sepakati. Kalau main dengan dendam mereka yang kalah rela di hajar dengan tim
lawan. Itu sisi kelam dari dunia basket. Tak kusangka si rei itu ternyata
berasal dari tim itu juga
“ayolah, kita cukup jadi
penonton aja, ok”
Yudha memperhatikan ku sejenak.
Lalu meraba keningku dengan punggung tanganya. Memastikan aku baik baik saja
“lo jangan sok berani deh, lo
itu cewek, kata teman gue cewek yang nonton itu hanya cewek cewek preman doang
, nggak mau gue nanti gue dimarahin bokap lo lagi kalau lo nggak pulang dengan
selamat”
“ayolah, gue yang tanggung
jawab, gue nggak bakal bawa bawa nama lo kok, pokoknya lo ikutin aja cara gue,
dan sebulan lagi laga persahabatan dengan timnya kita bakal menang dan lo bakal
jadi pemain utama,ok?”
“nggak mau gue”yudha menolak dan
membalikan badan
“iya, please, please”
Akhirnya yudha mengangguk. Aku
menarik nafas lega.
ÍÍÍ
Ternyata hal yang dipikirkan
yudha tak selalu semenakutkan itu. aku dapat masuk ke lokasi pertandingan dengan
mudah, meski lapangan basketnya tertutupi tembok tembok besar, dan pemain nya
berbadan kekar, aku dapat meyakinkan diriku jika aku termasuk preman
setelah aku memotong pendek rambutku. Meski pertama ditantang tim cheeleders
tapi untunglah aku masih dapat di terima malah menjadi orang orang yang
terlempar, karena penampilanku saja yang berbeda. Aku bersyukur
Hari pertama, dengan harga karcis
tak seberapa, hanya seribu rupiah untuk masuk kedalam lapangan basket ini aku
dapat lolos dengan mudah. Tapi sial buat yudha dia di periksa habis habisan apa
dia bersenjata atau tidak. Hal itu ditakutkan dia akan membuat kerusuhan. Wajar
badan yudha yang kekar mungkin ditakutkan penjaga keamanan disana.Tapi tak lama
rei datang dengan timnya, walau bukan tim sekolahanya, tapi yang kucari hanya
permainan nya saja
Kesimpulan hari pertama itu rei
kalah, kebetulan sekali sehingga aku dapat menarik kesimpulan dengan mudah. Aku
mengingat ngingat lalu mempraktekanya dengan yudha. Kami tertawa tawa, seakan
kami telah dapat mengetahui sisi kelemahanya. Tapi di hari ke dua kami terpaksa
pulang karena tim rei tak kunjung hadir. Dan mulai saat itu aku sering mangkir dari tugas
menjaga toko. Yudha memperhatikan ku kuatir
“luna, kita mundur aja ya, takut
ayah lo marah lagi”
Aku menggeleng
“tak ada yang namanya mundur dalam kamus hidup gue, lo
dan gue itu simbiosis, jika ini berhasil tim cherrs gue nggak bakal malu lagi
dan lo juga bisa jadi pahlawan buat tim basket”ucapku mantap
Yudha tak berkomentar apa apa.
selain mengiyakan keyakinanku dengan anggukan nya yang terlalu ragu ragu. Aku
hanya tersenyum tipis lalu menepuk nepuk pundaknya dan berlalu meninggalkanya dan
masuk lagi ketoko kelontong.
SSS
Tepat di pertandingan kelima
yang kusaksikan di lapangan pasar induk aku mulai tidak asing lagi dengan
pemain pemain disini. Walaupun mereka tidak mengenalku secara langsung, tetapi
dengan sorak sorak para penonton aku dapat mengenal mereka meski mereka tidak
mengenaliku sama sekali. Aku hafal nama pemain yang bertato naga dan wajahnya nggak
karu karuan tapi sportivitasnya luar biasa, namanya roni tapi kebanyakan
penonton menjerit baron baron baron. Dan di antara mereka ada dua orang yang
sepertiku yang kerjaanya hanya menyelip pertahanan lawan orang orang
memanggilnya cecep boncel. Aku baru tahu jika namanya cecep karena yang aku
tahu selama ini dia seorang tukang parkir pasar induk ini. ternyata kemampuanya
dalam mengolah bola luar biasa juga.
Pertandingan kelima bagi tim rei
sendiri benar benar sengit . rei yang jangkung dan tegap sepertinya harus
terengah engah melawan tim nya baron yang ternyata adalah king of street ball.
Score kejar mengejar membuat penonton tak kehabisan nafas untuk mendukung tim
kegemaranya masing masing. Termasuk aku, yang pasti dari tadi dengan yudha
menyemangati tim lawan rei. Dia bertepuk tangan dan bersorak sorak girang
hingga menularkan hal yang sama denganku. Sebenarnya yudha hanya menghiburku
karena hari ini untuk lolos ke pasar induk ini sangat dipersulit ayahku. Ayahku
kali ini tampak sangat mencurigaiku dari gerak matanya yang mulai tak
mempercayaiku. Dan juga karena aku juga berbohong hal yang sama lagi;latihan
dnega tim cheers.
Aku kecewa, cukup kecewa, si
baron, cecep, bagong, romi dan rirek akhirnya terjungkal menghadapi tim rei di
babak akhir. Beberapa orang menganggap itu suatu kejadian menabjupkan. Artinya
ini penangguhan jika musim pertandingan ini tim rei merupakan tim king of streetball mengggantikan tim baron. Aku dan
yudha hanya menggeleng geleng menyaksikan kehebatan rei yang permainannya jauh
menanjak di babak akhir.
Jam setengah empat, selesai
pertandingan aku dan yudha berencana
hendak pulang ke rumah. Aku menunggu di depan gerbang menjelang yudha mengambil
motornya yang terparkir di parkiran pasar yang jaraknya 30 meter dari sini.
“siapa namamu?”
“a..”aku langsung menoleh
kebelakang
Aku seperti tak bisa bernafas,
aku diam dan mematung. Sinar mentari sore membuat bayangan menutupi badanku
karena seorang cowok telah berdiri di depanku dengan bola basket yang
dipegangnya. Wajahnya tak asing lagi denganku
karena memang dia yang aku cari cari disini
“oh iya, aku rei? Bukankah kau
tim cheer di smu 3”ucapnya sambil menyodorkan tangan ingin menyalamiku
Gawat, mana si yudha. Ayo yudha
cepat kesini. Kita sepertinya kan di teror, kayaknya modus kita sudah terendus
Aku langsung ingin berbalik
dengan jantung yang berpacu. Aku ingin lari sekuat tenaga lalu melompat ke motor
yudha seperti film film action khasus penodongan. Tapi semuanya buyar kulakukan
karena wajah rei seperti tak bermaksud melakukan apa yang sedang kupikirkan.
Wajahnya teduh kalem dan tatapannya polos terpancar dari matanya yang dalam dan
jernih. Getaran aneh mulai menyelusupi relung hati
“aku...”
“iya, namamu siapa”
Deggg......aku terpaku melihat
tatapannya yang ingin tahu
“aku luna”ucapku menyalami
tanganya yang hangat
“oohh, luna”
“iya”ucapku menarik tanganku kembali.
Tak lama aku mendengar deru
motor yudha. Aku langsung buru buru naik ke motor yudha tampa berpamitan dulu
pada rei. Yudha seperti kebingungan melihat aku dan rei, tapi dengan cepatku
instruksikan agar kita harus buru buru kabur dari sini. Akhirnya yudha menuruti
kemauanku dan lalu berlalu dengan motornya
Senja terik jam setengah enam
sore setelah latihan basket dengan yudha aku langsung memutuskan untuk pulang
ke rumah masing masing. Yudha kembali memboncengku dengan motornya. Tetapi di
tengah perjalanan yudha mempertanyakan
rei
“lun, si rei tadi ngapain nemuin lo?”
Aku tak bersuara
“lun, lo nggak................
aduh kehabisan inspirasi sampai disini dulu ya, kapan kapan disambung
Komentar
Posting Komentar