METODE SCREENING PADA MIKROBA PENGHASIL ANTIBIOTIK
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Kesehatan merupakan
salah satu kebutuhan dasar manusia disamping pangan, pemukiman, dan pendidikan
karena hanya dalam keadaan sehat manusia dapat hidup, tumbuh dan berkarya lebih baik. Masalah kesehatan
yang kerap muncul dan berkembang pada saat sekarang ini salah satunya adalah
penyakit infeksi. Menurut UNICEF penyakit infeksi merupakan penyebab kematian
utama. Dalam suatu negara, khususnya negara
berkembang seperti Indonesia, peranan antibiotik dalam menurunkan
morbiditas dan mortalitas penyakit
infeksi masih sangat menonjol. Laporan dari berbagai Negara masih menyebutkan bahwa anggaran yang
diperlukan untuk pengobatan antibiotik lebih dari anggaran keseluruhan obat.
(Wulandari, 2009).
Kebutuhan
antibiotik di indonesia sebagian besar dipenuhi dari import dari negara China
dan India. Ketergantungan terhadap import ini masih sangat besar sekitar 70-80%
pada sepuluh tehun terakhir(kompas.com, 2012). Hal ini tentu sangat bertolak
belakang dengan keaadaan bahan baku
antibiotik melimpah di Indonesia. Antibiotik itu bisa berasal dari berbagai
sumber misalnya dari zat bioaktif dari mikroorganisme, hewan dan tumbuhan.
Penggunaan antibiotik dari mikroorganisme cenderung lebih baik untuk lingkungan
karena tidak merusak keanekaragaman hayati juga mikroorganisme merupakan
makhlug hidup yang cepat dalam perkembang biakannya. Teknik serta langkah langkah untuk mendapatkan antibiotik
baru sangat dibutuhkan dalam pengembangnya agar potensi ini tidak terlewatkan
begitu saja.
Cara utama dalam menemukan
antibiotika yaitu melalui ‘screening’. Dengan pendekatan tersebut,
sejumlah isolat yang kemungkinan mikroorganisme penghasil-antibiotika yang
diperoleh dari alam dalam kultur murni, selanjutnya isolat tersebut diuji untuk
produksi antibiotika dengan bahan yang “diffusible” , yang menghambat
pertumbuhan bakteri uji. Bakteri yang digunakan untuk pengujian, dipilih dari
berbagai tipe, dan mewakili atau berhubungan dengan bakteri patogen.
Dikarenakan banyaknya habitat dari
bakteri penghasil antibiotik itu yang ditemukan di alam seperti endofit daun,
air laut, spons, dan lain lain maka akan
berbeda pula bagaimana langkah langkah mengetahui, mendeteksi dan mengisolasi
mikroba potensial tersebut. Dalam makaah ini akan dibahas metode metode dalam
men-screening mikroba yang berpotensi menghasilkan antibiotik.
1.2 Identifikasi
Masalah
·
apa itu
antibiotik
·
mikroorganisme
apa saja yang bisa menghasilkan antibiotik
·
bagaimana
penggolongan antibiotik menurut cara kerjanya
·
apa yang
dimaksud dengan screening
·
bagaimana
metode screening antibiotik berdasarkan asal ditemukanya mikroba
1.3 Maksud
Dan Tujuan
Maksud
dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui metode screening antibiotik
mikroba. Sedangkan tujuanya adalah
· 1. mengetahui
apa itu antibiotik
· 2. mengetahui
mikroorganisme apa saja yang bisa menghasilkan antibiotik
· 3. mengetahui
bagaimana penggolongan antibiotik menurut cara kerjanya
· 4. mengetahui
apa yang dimaksud dengan screening
· 5. mengetahui
bagaimana metode screening antibiotik berdasarkan asal ditemukanya mikroba
1.4 Metodologi
Penulisan makalah ini berdasarkan studi literatur baik jurnal maupun
internet
BAB
II
ISI
1.1 Antibiotik
1.1.1 Definisi Antibiotik
Antibiotik secara umum didefinisikan sebagai bahan yang diproduksi
oleh mikroorganisme, hewan atau tumbuhan yang menghambat pertumbuhan mikroorganisme
lain. Adanya metode sintetik, bagaimanapun dihasilkan pada modifikasi dari
definisi ini dan antibiotic saat ini mengarah pada bahan yang diproduksi oleh mikroorganisme
, atau bahan yang sama (yang diproduksi keseluruhan atau sebagian oleh sintetis
kimia), yang dimana ada konsentrasi yang rendah menghambat pertumbuhan
mikroorganisme lain (Hugo, 2004).
Antibiotik adalah salah satu metabolit sekunder yang paling
penting dieksploitasi secara komersial dan digunakan dalam berbagai macam
keperluan. Ilmuwan Inggris Alexander Fleming menjadi yang orang pertama melihat
aktivitas mikroorganisme yang dapat
menghambat pertumbuhan bakteri pada tahun 1928 . Saat itu Dia menyadari bahwa
pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dapat dihambat oleh jamur ( jamur )
yang terkontaminasi cawan petrinya. Jamur itu kemudian diidentifikasikan
sebagai Penisilin notatum dan zat antibiotik
yang dihasilkanya diberi nama penisilin (Nester
and N. Shewood,
2009)
1.1.2
Mikroorganisme Penghasil Antibiotik
Sumber mikroorganisme penghasil antibiotik antara lain
berasal dari tanah, air laut,lumpur, kompos, isi rumen, limbah domestik, bahan
makanan busuk dan lain-lain. Namun kebanyakan mikroba penghasil antibiotik
diperoleh dari mikroba tanah terutama streptomises dan jamur. Mikroorganisme
penghasil antibiotik meliputi golongan bakteri, aktinomisetes dan fungi
a.
Bakteri
Salah satu contoh dari bakteri penghasil
antibiotik adalah spesies Bacillus
adalah gram positif, membentuk endospora, batang chemotherotrophic yang
biasanya motil dengan flagela peritrichious, itu adalah aerobik dan katalase
positif. Banyak spesies Bacillus yang cukup penting karena mereka memproduksi
antibiotik (Waites et al, 2008). Spesies Bacillus menghasilkan berbagai jenis
antibiotik yang berbagi berbagai aktivitas antimikroba seperti bacitracin yang
diproduksi oleh Bacillus licheniformis adalah campuran dari setidaknya 5
polipeptida. Antibiotik ini terdiri dari 3 senyawa terpisah, bacitracin A, B
dan C. Bacitracin A adalah kepala konstituen. Hal ini aktif terhadap organisme
Gram positif seperti Stapylococci, Streptococcus, kokus anaerob, dan
Cornyebacter
b.
Aktinomisetes
Aktinomisetes
merupakan mikroorganisme uniseluler, menghasilkan miselium bercabang dan
biasanya mengalami fragmentasi atau pembelahan untuk membentuk spora.
Mikroorganisme ini tersebar luas tidak hanya di tanah tetapi juga di kompos,
lumpur, dasar danau dan sungai. Pada mulanya organisme ini diabaikan karena
pertumbuhannya pada plate agar sangat lambat. Sekarang banyak diteliti dalam hubungannya
dengan antibiotik.
Jenis
organisme ini merupakan penghasil antibiotik yang paling besar di antara
kelompok penghasil antibiotik. Di samping itu,antibiotik juga dihasilkan dari aktinomisetes jenis Mikromonospora (Gentamisin, Fortimisin, Sisomisin); Nocardia (Rifamisin, Mikomisin) dan lain-lain. Di alam, aktinomisetes dapat ditemui sebagai konidia atau bentuk vegetatif. Populasi di alam dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kandungan organik, pH, kelembaban, tempe- ratur, musim, kedalaman dan sebagainya. Di daerah iklim panas populasinya lebih besar dari pada daerah dingin. Mikroorganisme ini tidak toleran terhadap pH rendah.
kelompok penghasil antibiotik. Di samping itu,antibiotik juga dihasilkan dari aktinomisetes jenis Mikromonospora (Gentamisin, Fortimisin, Sisomisin); Nocardia (Rifamisin, Mikomisin) dan lain-lain. Di alam, aktinomisetes dapat ditemui sebagai konidia atau bentuk vegetatif. Populasi di alam dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kandungan organik, pH, kelembaban, tempe- ratur, musim, kedalaman dan sebagainya. Di daerah iklim panas populasinya lebih besar dari pada daerah dingin. Mikroorganisme ini tidak toleran terhadap pH rendah.
Contoh dari aktinomycetes yang bisa
menghasilkan antibiotik salah satunya adalah streptomycetes. Streptomycetes
secara morfologi merupakan mikroba gram positif yang banyak ditemukan pada
tanah yang alami (Paustian,1999). Streptomyces termasuk ke dalam golongan Actinomyces yaitu bakteri yang memiliki struktur hifa bercabang menyerupai fungi dan dapat menghasilkan spora. (Di Salvo, 2002), serta struktur dinding selnya yang
mengandung peptidoglikan (Paustian 1999). Streptomycetes menghasilkan
streptomicin.
c.
Fungi
Kebanyakan spesies fungi dapat tumbuh dalam rentang pH yang lebih lebar, dari sangat asam sampai sangat alkali. Populasi fungi biasanya mendominasi daerah asam, karena
mikroba lain seperti bakteri dan aktinomisetes tidak lazim dalam habitat asam. Dalam biakan, bahkan fungi dapat tumbuh pada pH 2 -- 3 dan beberapa strain masih aktif pada
pH 9 atau lebih. Sebagai salah satu organisme penghasil anti-biotik yang terkenal yaitu : Penicilium (penisilin, griseoful- vin), Cephalosporium (sefalosporin) serta beberapa fungi
lain seperti Aspergillus (fumigasin); Chaetomium (chetomin); Fusarium (javanisin), Trichoderma (gliotoxin) dan lain-lain. Isolasi fungi sering menggunakan plate count. Pada prinsip nya, suspensi contoh tanah dalam air steril, diinokulasikan pada medium agar spesifik. Untuk menekan pertumbuhan bakteri dan aktinomisetes yaitu dapat dengan mengasamkanmedia sampai pH 4,0. Ini bukan berarti fungi mempunyai pertumbuhan optimum pada kondisi asam, tetapi untuk mengurangi kompetitor. Selain itu juga dapat menggunakanbakteriostatik seperti penisilin, novobiosin dan sebagainya. Sedangkan pada isolasi yeast, untuk menekan pertumbuhan bakteri dan jamur dapat digunakan sodium propionat. Populasifungi dipengaruhi banyak faktor antara lain oleh zat organik, anorganik, pH, kelembaban, aerasi, temperatur, musim dan komposisi vegetasi. Komposisi vegetasi sangat mempengaruhipopulasi misalnya di daerah yang ditanami gandum (oat) fungi yang menonjol adalah aspergillus, sedangkan penisilium paling banyak di daerah yang ditanami jagung (corn).
Kebanyakan spesies fungi dapat tumbuh dalam rentang pH yang lebih lebar, dari sangat asam sampai sangat alkali. Populasi fungi biasanya mendominasi daerah asam, karena
mikroba lain seperti bakteri dan aktinomisetes tidak lazim dalam habitat asam. Dalam biakan, bahkan fungi dapat tumbuh pada pH 2 -- 3 dan beberapa strain masih aktif pada
pH 9 atau lebih. Sebagai salah satu organisme penghasil anti-biotik yang terkenal yaitu : Penicilium (penisilin, griseoful- vin), Cephalosporium (sefalosporin) serta beberapa fungi
lain seperti Aspergillus (fumigasin); Chaetomium (chetomin); Fusarium (javanisin), Trichoderma (gliotoxin) dan lain-lain. Isolasi fungi sering menggunakan plate count. Pada prinsip nya, suspensi contoh tanah dalam air steril, diinokulasikan pada medium agar spesifik. Untuk menekan pertumbuhan bakteri dan aktinomisetes yaitu dapat dengan mengasamkanmedia sampai pH 4,0. Ini bukan berarti fungi mempunyai pertumbuhan optimum pada kondisi asam, tetapi untuk mengurangi kompetitor. Selain itu juga dapat menggunakanbakteriostatik seperti penisilin, novobiosin dan sebagainya. Sedangkan pada isolasi yeast, untuk menekan pertumbuhan bakteri dan jamur dapat digunakan sodium propionat. Populasifungi dipengaruhi banyak faktor antara lain oleh zat organik, anorganik, pH, kelembaban, aerasi, temperatur, musim dan komposisi vegetasi. Komposisi vegetasi sangat mempengaruhipopulasi misalnya di daerah yang ditanami gandum (oat) fungi yang menonjol adalah aspergillus, sedangkan penisilium paling banyak di daerah yang ditanami jagung (corn).
1.1.3 Penggolongan antibiotik berdasarkan
spektrum kerjanya :
a. Spektrum luas (aktivitas luas) :
Antibiotik
yang bersifat aktif bekerja terhadap banyak jenis mikroba yaitu bakteri gram
positif dan gram negative. Contoh antibiotik dalam kelompok ini adalah
sulfonamid, ampisilin, sefalosforin, kloramfenikol, tetrasiklin, dan
rifampisin.
b.
Spektrum sempit (aktivitas sempit) :
Antibiotik
yang bersifat aktif bekerja hanya terhadap beberapa jenis mikroba saja, bakteri
gram positif atau gram negative saja. Contohnya eritromisin, klindamisin,
kanamisin, hanya bekerja terhadap mikroba gram-positif. Sedang streptomisin,
gentamisin, hanya bekerja terhadap kuman gram-negatif.
2.2 Screening Mikroba
2.2.1 Definisi Screening
Screening adalah sejenis tes yang
digunakan untuk mendeteksi adanya antibodi spesifik atau mikroorganisme dalam
sejumlah besar spesimen. Tes skrining relatif mudah dan tidak mahal (peralatan
yang dibutuhkan tidak terlalu rumit). Beberapa tes skrining masih dapat
dilanjutkan dengan tes lain yang lebih spesifik. (Singleton, 2001).
2.2.2
Metode Screening Untuk Berbagai Macam Asal Mikroba Penghasil Antibiotik
2.2.2.1 Screening Metabolit
Sekunder (Antibiotik) Oleh Isolat Jamur Endofit (Margino,2008)
a. Tahap
Persiapan
Ranting
tanaman dipotong sepanjang 1 cm. Untuk mensterilkan permukaan, potongan ranting
direndam di dalam larutan Byclean atau Chlorox 5 % selama 5
menit, diikuti dengan perendaman dalam air steril selama 2 menit, entanol 70%
selama 1 menit, dan air steril selama 2 menit. Potongan yang telah disterilkan
dihilangkan ekses airnya dan selanjutnya dibelah menbujur menjadi 2 bagian. Inokulasi
dilakukan dengan cara meletakkan permukaan belahan pada permukaan medium CMM (corn
meal malt extract) agar untuk isolasi fungi atau Nutrien agar untuk isolasi
bakteri. Inkubasi dilakukan selama 4-7 hari. Koloni mikrobia diisolasi dengan
ose, selanjutnya isolat fungi dipelihara pada medium PDA miring dan isolat
bakteri dipelihara pada Nutrien agar miring sebagai kultur stok murni (Bacon,
1988; Margino, 1997).
b.
Tahap Screening
Langkah
pertama seleksi dilakukan dengan teknik “paper disc diffusion technique”,
yakni dengan jalan mencelupkan paper disc ke dalam supernatan dan
hindarkan ekses air. Paper disc yang sudah bebas ekses air diletakan
pada medium yang mengandung mikrobia indikator Bacillus subtilis, Candida
albicans, dan Fusarium oxysporum f.sp. licopersicae dan diinkubasi pada
suhu kamar, selama 2 hari. Terbentuknya zona jernih di sekitar paper disc menggambarkan
adanya aktivitas penghambatan oleh senyawa antimikrobia (antibiotik) terhadap
mikroba indikator. Seleksi isolat dilakukan dengan mengkompilasi hasil uji ini.
Isolat yang memiliki nilai rasio lebih besar 4 menjadi kandidat isolat unggul.
2.2.2.2
Isolasi Dan Penapisan Aktinomisetes Laut Penghasil Antimikroba(antibiotik)
a. Tahap Persiapan
Lima gram tiap sediment laut diambil pada kedalaman rata-rata 20-50cm.
Masing-masing sampel ditempatkan pada falcon tube 15mL dan ditutup rapat.
Sampel disimpan dalam ruang dingin sebelum dilakukan proses isolasi.
Sebanyak 1 gram padatan sampel dipisahkan air lautnya dengan cara
didekantir. Empat mililiter air steril ditambahkan ke dalam sampel tersebut dan
diaduk selama 10 menit dan didiamkan sampai suspensi mengendap. Sebanyak 1 ml
cairan sampel diambil dan diencerkan dengan air steril sebanyak 4 mL. Proses
pretreatment dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan cara asam dan pemanasan.
Pretreatment dengan cara asam dilakukan dengan penambahan asam klorida sampai
pH 2 dan didiamkan selama 2 jam. Pretreatment dengan cara panas dilakukan
mengacu pada metode Pisano et al. (1986) yang dimodifikasi, yaitu dengan
memanaskan cairan sampel pada suhu 650C selama 60 menit.
Cairan sampel yang telah ditreatment selanjutnya diencerkan secara seri
dari 10-1 sampai dengan 10-5. Selanjutnya 0.1 ml sampel
yang telah diencerkan, di-sebarkan pada permukaan agar media isolasi. Komposisi
media agar untuk isolasi adalah sebagai berikut; 10 gr soluble starch, 2 gr
pepton, 4 gr yeast ekstrak, 16 gr agar dalam 1000 mL air laut. Medium tersebut
ditambahkan juga beberapa antibiotik 100 µgr/ml cy-cloheximide, 25 µgr/ml
nistatin, 100 µgr/ml nalidic acid, dan 5 µgr/ml rifampin. Antibiotik
ditambahkan setelah medium agar disterilisasi.
Inkubasi dilakukan pada suhu 300 C dalam inkubator. Koloni
aktinomisetes yang tumbuh dipisahkan dan dipindahkan ke dalam medium agar yang
baru dengan menggunakan marine agar. Pemindahan dilakukan sampai diperoleh
koloni tunggal
Koloni aktinomycetes yang telah dimurnikan lalu ditumbuhkan pada medium
broth YEME selama 2 hari, dan ditransfer ke medium fermentasi dengan komposisi
medium Bacto peptone 15 gr/L, yeast extract 3 gr/L, Fe citrate n H2O
0,3 gr/L, demin water 250mL, dan air laut 750mL. Fermentasi dilakukan selama 5
hari dengan inkubasi pada suhu 300C. Broth fermentasi dikeringkan
dengan freeze drying dan diekstraksi dengan metanol. Ekstrak dalam metanol siap
diuji aktivitasnya.
b.
Tahap Screening
Tahapan penapisan(screening) aktinomisetes penghasil anti-mikroba
dilakukan dengan uji antibakteri dan antijamur dengan metode kertas cakram.
Mikroba uji yang biasa digunakan untuk mengetahui keefektifitasan actinomycetes
adalah Eschereschia coli, Streptococcus aereus,
Pseudomonas aeroginosa, Bacillus subtilis, Aspergillus niger,
dan Candida albican. Eschereschia coli, Streptococcus aereus,
Pseudomonas aeroginosa,
Bacillus subtilis ditumbuhkan
pada media nutrien agar dan Aspergillus niger, dan Candida
albican ditumbuhkan pada Potato Dextrose Agar. Keduanya dilakukan dengan
metode pour plate methods.
Setelah itu, Sebanyak 15 µL ekstrak sampel diteteskan dalam kertas
cakram berukuran 6 mm, kemudian dikeringkan. Selanjutnya diletakkan pada
permukaan agar yang telah diinokulasikan mikroba uji. Inkubasi dilakukan pada
suhu 300 C selama 24 jam. Zona bening yang terbentuk yang menunjukkan
aktivitas antimikroba yang mampu menghambat pertumbuhan mikroba uji diukur
diameternya.
Setelah terbentuknya zona
bening lalu ditentukan Minimum
Inhibition Concentration.
Minimum Inhibition Concentration (MIC) ditentukan dengan cara melarutkan
ekstrak broth pada berbagai konsentrasi yaitu dari konsentrasi 10.000 µg/ml
sampai dengan 100 µg/ml. Masing-masing konsentrasi diuji aktivitas
antibakterinya menggunakan metode difusi agar. Diameter kertas cakram yang
digunakan adalah 6 mm. Zona bening yang terbentuk diukur diameternya.
Selanjutnya dibuat kurva Log [C] (kon-sentrasi) sebagai sumbu Y melawan X2
(diameter zona bening) sebagai sumbu X. Titik potong sumbu Y pada X=0 merupakan
nilai Log MIC. Metode penentuan MIC ini mengikuti Bonev et al., 2008
yang dimodifikasi.
2.2.2.3 Metode
Screening Bakteri Yang Berasosiasi Dengan Spons Jenis Aplysina sp (Devin et al, 2012)
a.
Tahap persiapan
Spons dimasukan kedalam kantong plastik steril kemudian disimpan di
dalam ice box dan
dibawa ke laboratorium. Bakteri yang terdapat
pada sampel spons diinokulasi pada media NA dengan metode agar tuang
(Lay,1994). Sampel spons dihaluskan dengan menggunakan blender, kemudian diambil
sebanyak 1 gr dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi 9 ml air laut.
Dilakukan pengenceran hingga konsentrasi menjadi 10-6, Kemudian sampel diinokulasi dengan metode agar
tuang, diambil sebanyak 1 ml untuk diinokulasi pada media NA dalam cawan petri 15 ml secara aseptik kemudian diinkubasi pada
suhu 370C di dalam inkubator selama 2 x 24 jam. Setelah itu isolat
dimurnikan yang bertujuan untuk memisahkan hasil inokulasi yang terdiri dari
banyak koloni bakteri yang berlainan jenis sehingga didapat koloni bakteri
murni pada setiap biakan bakteri. Koloni bakteri yang diambil untuk dimurnikan
adalah koloni yang dominan. Pemurnian dilakukan dengan menggunakan metode
streak. Setelah itu dilakukan inokulasi bakteri uji dan bakteri yang akan diuji
pada media NB sehingga diperoleh suspensi bakteri uji dan suspensi bakteri yang
akan diuji (Nofiani et al. 2009).
b.
Tahap screening
Bakteri uji yang
digunakan harus mewakili bakteri gram positif dan gram negatif. Suspensi
bakteri uji diambil sebanyak 200 μl dan dimasukan kedalam 15 ml NA yang mulai
mendingin namun masih cair kemudian dikocok hingga merata dan dituangkan ke
cawan petri kemudian dibiarkan hingga membeku. Setelah membeku letakkan kertas
cakram yang telah dibasahi dengan suspensi bakteri spons yang akan diuji kemudian
diinkubasi selama 24 jam, setelah diinkubasi dilihat apakah terdapat zona
bening disekitar koloni bakteri yang diuji yang tumbuh disekitar kertas cakram.
Jika terdapat zona bening maka bakteri tersebut
menghasilkan senyawa bioaktif sebagai antibakteri (Nofiani et al. 2009).
2.2.2.4.
Metode Screening Kapang Endofit Dari Tumbuhan Berkasiat Obat Yang Berpotensi Sebagai Antibiotik Untuk E.Coli Dan Staphylococcus aureus(Melliawati dan Harni,
2009)
Kapang endofit yang
digunakan berasal dari tumbuhan
berkhasiat obat Seleksi kapang endofit penghasil senyawa antibakteri dilakukan
dengan metode difusi agar padat (Diffusion Agar Plate Method). Bakteri
uji sebanyak 1 mL diinokulasikan ke dalam cawan Petri dan tambahkan medium
Nutrient agar cair yang tidak terlalu panas sebanyak 15 ml kemudian
dihomogenkan dengan cara digoyang dan dibiarkan sampai dingin. Setelah medium
padat, potongan kapang endofit (berdiameter 6 mm) yang akan diseleksi
ditempelkan diatas permukaan medium, selanjutnya diinkubasikan selama 2-3 hari
pada suhu kamar (28- 300C). Pengamatan dilakukan dengan mengukur diameter zona
hambat di sekitar kapang endofit . Luas zona hambat dihitung dengan rumus dalam
Sukara et al., (1992).
2.2.2.5
Metode Skrining Bakteri yang
Berasosiasi dengan Spons Jaspis sp. Sebagai
Penghasil Senyawa Antimikroba(Abubakar et al, 2011)
Penghasil Senyawa Antimikroba(Abubakar et al, 2011)
a. Tahap Persiapan
Spons Jaspis sp.
diambil menggunakan pisau steril dengan ukuran panjang sampel 5–10 cm Sampel kemudian dimasukkan ke dalam
plastik sampel (Whirl-Pak, Nasco, USA) yang telah diisi oksigen murni,
selanjutnya ditempatkan dalam cool box untuk analisis di Laboratorium. Setelah itu dilakukan Isolasi bakteri dari sampel spons tersebut. Permukaan
sampel spons disemprot air laut steril
dengan perbandingan ukuran spons 1 cm2 : 5 ml air laut steril, sehingga hanya bakteri dengan daya gabung yang kuat saja yang akan
tersampling. Bagian mesohil
diambil dengan ukuran + 1x1 cm, digerus dan diencerkan dengan Phospat Buffer Saline (PBS) steril dengan perbandingan 1:1 (Kim et
al., 2006). Isolasi bakteri
dari permukaan luar menggunakan swab steril (Wahl et al., 1994), yang diusapkan dengan satu arah pada permukaan luar spons. Swab
steril yang telah diusapkan
pada permukaan sampel dimasukkan ke dalam
tabung pengenceran yang berisi PBS steril dan divorteks . Hasil pengenceran disebar ke dalam cawan petri yang telah berisi media Sea
Water Complit (SWC) dengan
komposisi 1 liter media terdiri dari 5 gr/l bacto pepton, 1 gr/l yeast extract dan 3 ml/l glycerol,
dan diinkubasi pada suhu 26oC
selama 24-36 jam dan diamati
pertumbuhan koloni bakterinya. Setiap koloni bakteri yang tumbuh dipisahkan berdasarkan warna, ukuran dan bentuk koloni, serta
dimurnikan dengan menggunakan
media yang sama.
b.
Tahap Screening
Screening dilaksanakan dengan pengujian aktivitas antagonis terhadap bakteri dan khamir
patogen dilakukan secara kualitatif modifikasi Marinho et al., 2009,
dengan menggores Isolat pada permukaan media yang telah disebar dengan bakteri
uji. Bakteri uji yang digunakan terdiri dari bakteri gram negatif yaitu Escherichia
coli, Pseudomonas aerogenosa patogen manusia serta bakteri Gram positif yaitu Staphylococcus
aureus patogen dan S. aureus .
Penguiian aktivitas antikhamir menggunakan khamir uji Candida albicans
yang ditumbuhkan pada media Potato Dextrose Agar (PDA). Aktivitas antagonis
terhadap bakteri dan khamir diindikasikan dengan terbentuknya zona jernih
disekitar koloni isolat murni.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1.
Antibiotik secara umum
didefinisikan sebagai bahan yang diproduksi oleh mikroorganisme, hewan atau
tumbuhan yang menghambat pertumbuhan
mikroorganisme lain.
2.
Mikroorganisme penghasil antibiotik meliputi golongan bakteri, aktinomisetes
dan fungi
3. Penggolongan
antibiotik berdasarkan spektrum kerjanya yaitu ada spektrum luas dan spektrum
sempit
4. Screening
merupakan sejenis
tes yang digunakan untuk mendeteksi adanya antibodi spesifik atau
mikroorganisme dalam sejumlah besar spesimen
5. Metode screening tiap
tiap sampel mikroba penghasil antibiotik berbeda beda seperti penggoresan isolt
dan metode yang menggunakan kertas cakram
3.2
Saran
Perhatikan tahap tahap sebelum screening mikroba karena
pada ini juga menentukan berhasil atau tidaknya dari screening mikroba. Selain
itu isolat bakteri uji harus dalam keadaan baik sehingga tidak terjadi
kesalahan dalam melakukan pembacaan zona hambat.
DAFTAR
PUSTAKA
Abu bakar et al, 2011. Skrining
Bakteri yang Berasosiasi dengan Spons Jaspis
sp. Sebagai Penghasil Senyawa Antimikroba. ILMU KELAUTAN. Vol. 16 (1) 35-40
Anonim.2012. 95 Persen Bahan Baku Obat Diimpor. http://health.kompas.com/read/2012/03/10/07462576/95.Persen.Bahan.Baku.Obat.Diimpor. Diakses tanggal 15 mei 2014
Defin et al, 2012. Penapisan Bakteri yang Bersimbiosis dengan Spons
Jenis Aplysina sp sebagai Penghasil Antibakteri dari Perairan Pulau Tegal Lampung.
Sumatera selatan. Universitas sriwijaya, Palembang
DiSalvo R. 2002 . Salicylic Acid. The Chemistry And
Manufacture Of Cosmetics. Volume III .Edited by M.L. Schlossman
. Washington : Making Cosmetic Inc.
Hugo.2004. Pharmaceutical
Microbiology seventh edition. Blackwell science: UK
Kim, T.K., Hewavitharana, A.K., Shaw, P.N., & Fuerst, J.A.
2006.Discovery of a new source of rifamycin antibiotics in marine sponge
actinobacteria by phylogenetic prediction. Appl. Environ. Microbiol., 72: 2118–2125
Lay. B. W. 1994. Analisis Mikroba di Laboratorium. PT Raja Grafindo
Persada. Jakarta. 167 hlm.
Margino, S., 1997. "Tropical bioresources consevation for
production useful materials". Training report. November 2-14 1997. Lab. Of
Bioscience and Biochemistry, Faculty of Agriculture, Hokkaido University,
Sapporo, Japan Bacon, F. W., 1988. Procedur of Isolating the Endophytes from
Tall Fescue and Screening Isolates for Ergot Alkaloids. Appl. Environ. Microbiol., 54:2615-2618
Margino, Sebastian. 2008. Produksi metabolit
sekunder (antibiotik) oleh isolat jamur endofit Indonesia. Majalah Farmasi Indonesia, 19(2), 86 – 94,
2008
Marinho, P.R., Paula, A., Moreira, B., Lúcia, F., Costa,P., &
Muricy, G. 2009. Marine Pseudomonas putida: a potential source of antimicrobialsubstances
against antibiotic-resistant bacteria.Mem.
Inst. Oswaldo Cruz., 104: 678-682
Nofiani. R, Nurbetty. S, Sapar. A. 2009. Aktifitas Antimikroba Ekstrak
Metanol Bakteri Berasosiasi Spons Dari Pulau Lemukutan Kalimantan Barat.
Universitas Tanjung Pura: Pontianak.
Paustian T. 1999. Microbiology and bacteriologi. The World of microbes
Streptomyces.
Available
at : http://www.bact.wisc.edu / Microtextbook / index.php.
Pisano. M. A., Michael. J.S., & Madelyn. M.L., 1986. Application of
pretreatments for the isolation of bioactive actinomycetes from marine
sediments. Appl Microbiol. Biotechnol 25:285-288
Sukara E, Melliawati, R., & Saono,.S. 1992.
Amylases production from Cassava by an indigenous yeast. J. Sci. Tech. Develop 9: 157-168.
Sunaryanto et al. 2009. Isolasi Dan Penapisan Aktinomisetes Laut Penghasil
Antimikroba. vol. 14 (2) : 98-101 Wahl,
M., Jensen, P.R., Fenical, W.1994. Chemical control of bacterial epibiosis on Ascidians. Mar. Ecol. Prog. Ser., 110: 45–57.
Waites,M.J.,
Neil,M, John,S.R.,dan Gary,H. 2008.Industrial Microbiology : A Introduction. Blacwell Science.London,UK.
Komentar
Posting Komentar