Fanpage ke Surga

Kirimkan padaku kabar tentangmu . Tentang rumah tanggamu itu. Istrimu
yang cantik dan lugu, atau tentang anak anakmu yang lucu lucu. Betapa
bahagianya kamu, tak usah menanyakan kabarku karena aku akan bahagia
terkena dampak dari perasaanku. Yang selalu menginginkan kamu bahagia.

Aku memang kurang mengerti dengan perasaan yang menurut sebagian orang normal munkin membuat mereka tersiksa. Ya, mencintaimu munkin orang akan mencap diri mereka gagal, mengikhlaskan seseorang yang mengisi separuh hidup mereka. Kau teman masa kecil yang berharga. Saking berharganya, aku bahkan tak pernah meminta apapun darimu. Tak pernah meminta seberapa pentingnya perasaanku untuk kau balaskan. Aku tak pernah peduli dengan penerimaan dan penolakan. Asal ada kau yang selalu menghiasi cakrawala senja dengan layangan sampai dengan mimpi mimpi saat matahari turun, aku telah merasa jika aku adalah seseorang yang beruntung. Aku akan merasa hari itu baik baik saja kawan. Bahkan bisa mengalahkan sakit hatiku dan kekuatiranku saat ayahku pulang nanti.
Aku tak mengerti cinta, kau benar, meski kau ucapkan itu sambil tertawa. Yang terlintas dibenakku hanya impian optimismu yang selalu menantang matahari, menggenggam tekatmu bulat bulat dan mengejar cintamu itu. Bukankah begitu kawan?Saat kau dimabuk asmara padahal waktu itu usiamu masih 17 tahun dan aku 15.Sama dengan perempuan china yang kau cintai itu. Ya sama, tetapi sayangnya bukan aku.
Saat aku mengeraskan hatiku , merelakan kau pergi menuntut ilmu keluar kota yang jaraknya ribuan kilometer dari tempatku berdiri saat kau melambaikan tangan dan berlalu dengan bis itu, kau mungkin tak tahu betapa menyesakan perpisahan itu. Betapa kehilangannya aku, betapa tambah berat beban hidupku. Matahari yang bersembunyi itu tak bisa lagi membawa semua yang kau janjikan , jika di pagi hari akan
ada harapan baru dari kesempatan yang sebenarnya telah mati itu hidup kembali. Hari pertama , hari kedua, hari ketiga, sampai akhirnya aku tak menghitung hari lagi dan memulai mengikhlaskan kau. Aku belajar, jika waktu adalah proses menerima perpisahan itu dengan terbiasa.
Aku tak terbiasa menangis di depanmu, bagaimanapun keras hidupku sesudah itu. Setelah kematian ibuku, saat itu kau pulang setelah 3 tahun kau tak pernah pulang lagi ke desa kecil dan terpencil ini. Penampilanmu kala itu berbeda, berkemeja rapi, bercelana levis panjang, mendorong koper hitam kecil. Bahkan aku yakin orang kampung ini tak mengerti dengan benda apa yang sedang kau genggam:telepon selular yang waktu itu memang ukuranya tak sekecil sekarang. Merangkuh erat bahuku, aku yang sedang menekur sambil menyembunyikan air mataku yang belum kering. Hari itu adalah hari kedua ibuku mengucapkan selamat tinggal pada hari hari terberatnya di dunia. Hari itu juga dendamku sedikit terbalaskan. Kau benar lagi, jika malam akan berakhir, janji pagi itu telah datang kembali dalam hidupku, Meski satu satunya wanita yang paling kusayangi di dunia ini tak lagi ada. Tak sanggup lagi dengan siksaan ayahku, yang melukainya tampa ampun. Aku bisa terbebas dari ayah kira kira 25 tahun dari sekarang, ayah tak akan lagi membentakku,menarik rambutku,membantingku ke pintu atau menyuruhku berjualan mainan anak anak itu lagi hanya untuk membeli minuman keras agar dia mabuk sampai pagi. Tapi tanpa ibu aku juga merasa sangat kehilangan sama saat yang kau rasakan 13 tahun yang lalu.
3 hari terhitung semenjak hari itu, aku akan meneruskan senja senja lagi tampa kamu. Tampa tatapan optimis dimatamu yang 2 hari belakangan ini aku bisa lihat di perubahan wajahmu yang semakin dewasa. Kumis tipis diatas bibirmu, rambutmu yang tak lagi bergaya klimis tapi telah terpotong cepak, yang sama persis hanyalah tatapan mu yang tak pernah berubah. Kau masih sama, kau tak akan pernah lupa tentang aku.Ya,saat kau menyebutkan tentang itu, aku dapat merasakan detakan hebat di
jantungku, terasa keseluruh tubuhku. Apa mungkin aku telah mengerti jika perasaan itu adalah cinta? Seperti  kata yang sering kau umbar-umbar saat kau mengenal wanita yang bernama Yanmei itu
Tak terasa sebulan berlalu setelahnya, aku mulai menata hidupku yang baru. Memikirkan masa depanku yang kini telah sebatang kara tinggal di desa ini. Kalau kau melihat saat itu desa kita benar benar banyak diterpa musibah, dari wabah wereng sampai banjir bandang yang membuat panen petani pada umumnya gagal. Desa ini benar benar dalam posisi paceklik, kemiskinan semakin mencekik, sebagian
warga bahkan memberanikan diri berhutang pada tengkulak yang sebenarnya tak ada bedanya dengan lintah darat demi mengisi perut mereka yang lapar dan mengobati tangis anak mereka yang rindu bersekolah. Oh Tuhan,keadaannya benar benar buruk sekali.
Tak lama sesudah itu, aku memutuskan untuk merantau ke ibukota. Meninggalkan desa itu walaupun kuakui jalanya tak mudah. Aku menjual cincin nikah yang sengaja disimpan ibuku di tas sekolahku agar ayah tak menjualnya untuk taruhan berjudi. Ini warisan ibuku satu satunya yang masih bisa di jual, setelah aku melunasi semua hutang ayah dengan menggadaikan dua petak sawah itu. Memang benar tak ada lagi hartaku yang tersisa di desa itu kecuali gubuk yang biasa aku sebut
sebagai rumah kami itu. Ya rumah yang tak mau aku jadikan memori untuk mengulang kejadian yang sama untuk kesekian kalinya.
ßßß

Ternyata ibukota itu jauh juga, perjalanan darat , perjalanan laut, perjalanan darat lagi, untuk mencapai kota dimana para petarung kehidupan mengadu nasib. Memandangi jika dunia ini benar benar luas disepanjang perjalanan, aku merasa aku seperti  seekor burung yang baru lepas dari sangkarnya yang bobrok. Kalau
kau kesini kau bisa lihat banyak kendaraan bahkan sampai berderet deret karena menunggu lampu merah.  Sangat berbeda bukan dari desa kita yang mobilnya masih satu satu. Dan tentunya desa kita juga tak ada lampu yang punya timer seperti itu.
Dua bulan disini, aku mulai merasakan kerasnya ibukota. Benar, walaupun aku tak pernah merasakan ber-ibu tiri tapi aku benar benar percaya jika kota ini lebih kejam dari ibu tiri. Mencari pekerjaan aja susah apalagi aku hanya tamatan SMA, bahkan untuk menjadi cleaning service saja harus bersaing dengan ratusan pelamar. Aku mulai menyadari aku tak bisa menganggur seperti ini apalagi dengan keadaan keuangan  yang semakin menipis. Jangankan untuk membayar uang kost karena Ibu kosan selalu meminta uang sewa dibayarkan diawal  bahkan memenuhi kebutuhan ku sehari hari saja aku kesulitan. Tak jarang aku meminjam uang pada teman satu kosanku.

Oh tuhan, aku tahu ini salah
Dunia ini hitam. Segelap malam yang panjang. Dibawah kerlap kerlip lampu yang berwarna warni, saat semuanya menari, saat tangan tangan jahil para lelaki hidung belang hanya di respon manja oleh wanita wanita yang tak mengerti dengan martabatnya sebagai wanita, tak ada lagi yang lebih bermakna bagi
Kesenangan  yang berduit sedang mengahamburkan rezeki mereka. Baiklah, sebagian dari pekerja disini rela dibeli dengan beberapa lembar uang ratusan
ribu rupiah untuk sepotong harga diri yang dibaluti oleh pakaian seksi. Terlibat dalam “one night stand” melayani para lelaki yang tak kuat iman mulai dari pejabat
sampai rakyat biasa yang tak mau memberitahu asal usulnya. Ya mereka tetap lah mereka, mereka tak akan peduli dengan anak bini dirumah apa sudah tidur atau belum, sudah makan atau belum, yang penting semuanya disini”happy”,masalah yang lain nanti. Ditemani segelas vodka,whisky sampai bir. Mengistirahatkan pikiran sehat mereka sejenak dengan pengaruh alcohol dan tentunya  juga melampiaskan hasrat mereka dengan menggunakan jasa para wanita  malam yang sudah siap dengan calon konsumenya. Dunia gelap penjaja cinta
Lalu mengapa aku disini? terjebak dengan tawaran temanku sendiri? Bukan! munkin ini pilihanku, yang terlalu dalam masuk ke lembah hitam ini. Aku tak lagi seperti dulu. Aku bukan wanita lugu lagi seperti pertama kali aku datang ke ibukota ini. Melihat tampang ibukota pertama kali  dengan penuh kagum dan haru tapi sekarang setiap aku melihat tempat itu lagi, hanya perasaan jijik tak lebih tak kurang. Bagaimana dengan perasaan, bagaimana dengan cintamu? Persetan dengan cinta. Aku bahkan tak mau mengenal pria yang bersamaku 12 tahun lamanya. Sudahlah. Tak ada lagi artinya. Cinta
itu telah karam berserta kekaramanku dibawah semuanya.
Dia datang lagi. Apa apaan ini Tuhan? Aku sedang bersama laki laki setengah tanggung yang lagi semboyongan merangkuh bahuku agar segera ke kamar yang telah di pesanya. Tatapan mata itu. Oh Tuhan, mengapa aku sekalipun tak bisa mengelak saat dia mengoreksi apa yang salah pada diriku. Dia memandangiku, ntah kebetulan atau ini memang sudah ditakdirkan. Beberapa detik kemudian aku tak mempedulikanya berlagak acuh tak acuh seperti aku tak mengenalnya, lalu membantu pria semboyongan ini membuka pintu. Butuh 5 detik pria ini terkapar karena tinjuanya, lalu dia menarik tanganku dan membawaku menjauh. Meski tak lama setelah itu terdengar pecahan kaca karena dibanting oleh pria hidup belang itu. Maklum orang setengah sadar yang sedikit tersadarkan jika wanita satu malamnya telah dibawa lari
“aku tak pernah mengenal mu yang seperti ini, apa apaan ini, kau jani kan? kau masih jani kan?”dia mengguncang guncang bahuku
Aku terdiam sebentar memperhatikanya sampai semua kesadaranku terkumpulkan
“iya, aku jani, anjani. Memang kenapa?” aku memberanikan diri memperhatikan sorot matanya yang tajam
“pulanglah ,disini bukan tempatmu” dia langsung menarik tanganku.
Cengkaramanya kuat sekali sampai aku terbirit birit mengikuti langkahnya yang mendahuluiku.
“berhenti, kau ingin membawaku kemana., biarkan aku disini”
“sudah aku bilang disini bukan tempatmu!”dia kembali melanjutkan langkahnya sambil menarikku. Dia pikir aku anak kambing apa?
“berhenti aku bilang berhenti, kau tak bisa seenaknya mengaturku, yang bisa menentukan tempatku itu aku bukan kau”aku melepaskan genggamannya, Cengkaramannya berbekas merah di pergelangan tanganku.
Dia menatapku tambah mengkuatirkan. Memang tak ada pria yang menatapku seperti ini di ibukota,mereka hanya menatapku penuh dengan keinginan keinginan mereka atau dengan pandangan jijik. Sedangkan dia masih dengan tatapan peduli seperti hendak menanyakan kabarku saat masa kecil kami. Aku tahu selalu ada harap atas kekuatiranya itu, berharap aku baik baik saja
“jani sudahlah, sudahlah, cukup mempertahankan yang salah itu, aku telah mencarimu kemana mana, dan hari ini aku menemukanmu dengan keadaam seperti ini,jangan membuat aku menyesal karena aku telah menemuimu. Aku bisa gila jani, aku bisa lebih gila dari padamu jika aku membiarkanmu seperti ini”
Sekejap kedinginan ku yang sebentar ini melebur. Apa maksudnya? Bahkan pernyataannya belum sempat tercerna oleh pikiranku. Ada gejolak hebat dalam hatiku. Dia memelukku. Pelukan pertamanya untukku. Aku terdiam oleh rasa haru dengan air mata yang sudah melorot turun. Mengusap usap kepalaku pelan pelan penuh kasih sayang. Oh Tuhan, andaikan saja aku masih sesuci dulu, mungkin dia
pria yang sangat beruntung karena untuk pelukan pertama ku aku pertaruhkan untuknya. Tapi aku siapa? Masih pantas kah aku?
“jangan nangis, semuanya akan baik baik saja, ayo pulang” dia menghapus air mataku.
“tapi riyan, aku musti tetap disini, kalau tidak pasti..”
“sudah jangan teruskan, aku akan mengatur semuanya”
“tapi…”
“sudahlah, kau akan baik baik saja”
Aku pasrah lalu memasuki mobil nya. Tak kusangka dia mempunyai ini sekarang. Padahal dulu dia hanya bermimpi punya mobil yang biasa saja. Di kampungku mobil carry 90 an sudah termasuk mobil mewah waktu itu, tapi sekarang dia mempunyai sedan hitam yang sangat menunjang penampilannya yang rapi. Dia beruntung sekali. Ya, dia sangat beruntung
Di perjalanan aku diam seribu bahasa. Dia memberikan jaketnya menutupi bajuku yang satu lengan. Aku merasa malu sekali sebenarnya berhadapan denganya di posisi seperti ini. Munkin dia sedang bertanya tanya dalam hati, mana aku yang dulu, yang lugu dan polos. Bukan aku yang seperti ini. Ya munkin saja!
“apa kau capek, tidurlah, nanti aku bangunkan kalau sudah sampai”ucapnya.
Aku tak menjawab dan langsung memegang jaket itu erat erat lalu tertidur bersama lantunan lagu klasik dari mobilnya
ßßß
Dua bulan aku disini, dirumah yang sengaja disewa riyan buatku. Rumah ini tentunya sangat dekat sekali dengan rumahnya. Karena dirumah ini aku tahu kapan riyan berangkat kerja , pulang kerja atau bahkan dia balik lagi karena ada barangnya yang ketinggalan. Melihatnya dari kaca jendela ini. Sudut rumah ini adalah tempat favoritku karena disini aku lebih leluasa melihat lingkungan sekitar tampa harus keluar rumah. Aku masih takut jika ada orang yang mengenaliku dan mengetahui jika aku bukanlah wanita baik baik meskipun riyan telah membawaku jauh dari tempat terkutuk itu.
Aku mengerti posisiku. Aku tak seharusnya menggantung hidup pada riyan. Aku harus kerahkan kemampuanku untuk mencari uang yang halal tentunya. Sore sore riyan membawa segopok majalah remaja kehadapaku. Dia tersenyum optimis lalu menjelaskan idenya yang menurutku cukup brilliant. Dia menyuruhku menjadi penulis, dia juga meminjamkan laptop lamanya waktu jadi mahasiswa padaku. Dia menjelaskan beberapa hal penting semisalnya tempat pengiriman tulisan atau bagaimana proseduralnya. Aku menerima tantangan nya dengan ragu, tapi sesekali lagi tatapan matanya tak bisa
menyangkal jika ada dorongan dari diriku sendiri untuk memberanikan diri.

3 bulan berlalu
“cie, terbit lagi nih” dia membawa dua majalah mingguan itu kehadapanku. Lalu dengan bangga dia melingkari namaku di kolom cerpen dan cerita bersambung. Aku segera merebutnya karena penasaran
“wah, nggak nyangka yang ini terbit, padahal ceritanya antara niat sama kagak” ucapku sambil tersenyum lega melihat tulisan ku dimuat dimajalah tersebut. 500 ribu sekurang kurangnya mengalir ke rekening
“eh jan. Ini cerita bersambungnya bakal selesai kapan ya?udah 6 kali masuk loh, kata orang majalahnya selesai kapan jan?”
“katanya banyak yang suka cerita itu, jadinya suruh aku ngelanjutin aja ceritanya”
Riyan mengangguk mengerti. Lalu dia bertanya apa yang selama ini sudah aku duga dia akan menanyakan  apa jika dia membaca cerita bersambung itu.
“itu pengalaman pribadi kamu ya jan?atau pengalaman orang lain?”
“orang lain”ucapku cepat cepat lalu mngalihkan pandanganku kembali kelayar laptop.
Lalu dia mengangguk pelan antara yakin dan nggak yakin. Aku tak tahu apa dia tahu tentang malaikat yang aku sebut di cerita bersambung itu. Aku rasa tidak, riyan palingan hanya sekali iseng membacanya, aku sangat tahu sifatnya yang tidak terlalu suka bacaan yang bergenre seperti itu. yang dia suka hanya ilmu hitung dan geometris. Karena kecintaanya  terhadap ilmu itu merupakan bakat yang telah diturunkan oleh sesepuhnya dulu;yang kebanyakan dari mereka ahli dalam memprediksi letak bangunan, ukuran sampai detailnya sekalipun. Kayak suhu suhu di china saja...
ßßß
Aku baru tahu ternyata bakat menulisku luar biasa. Aku menceritakan segalanya dari kisahku,dari imajinasiku dari kisah orang disekitarku. Aku bercerita dengan menyisipkan pelajaran hidup penuh makna yang bisa kusimpulkan dari setiap tulisanku. Aku tak menyadari jika kepopuleranku cukup luar biasa. Bahkan aku tidak tahu cara membuat fanpage di facebook ternyata sudah ada fanpage atas namaku walaupun itu tak seizin dari aku yang punya nama dan punya karya. Tapi aku tak mempermasalahkanya, selama fanpage itu masih berisi tentang “quotes” dari aku yang sengaja ditulis ulang oleh pembuat akun palsu. Untuk kasus ini anggap aja itu penggemar terlalu fanatik, tapi masih sangat rahasia.
Setahun setelah itu, aku dan riyan menjadi sangat dekat. Kalau dibilang pacaran, kayaknya berlebihan deh, tapi kalau dibilang kita itu temanan kayaknya juga kekurangan deh. Kita itu…… ya kayak gini. Apa saja dilakukan bareng bareng. Terlalu banyak yang dilakukan sama sama sampai untuk memuat  dua lembar majalah dari profilku riyan tetap aja setia menemaniku sekaligus ikut serta  pada sesi wawancara

Bagaimana hatiku?
Tak ada yang berubah, semuanya sama. Bagaimana dengan riyan? Aku masih tidak tahu. Dia tak lagi membahas cinta sejak Yanmey meninggalkanya. Melihatnya tertawa saja setiap hari itu lebih dari sekadar cukup untukku. Apalagi dia sering kali mengusap kepalaku gemas. Riyan memang pribadi yang sangat hangat
ßßß
2 tahun berlalu
Aku terlalu serius dengan dunia tulis menulis ku. Sekarang bahkan aku telah meluncurkan sebuah novel yang berjudul “senja”. Buku itu covernya di rancang sendiri oleh riyan, dengan sentuhan jingga yang banyak, yang menggambarkan senja yang merekah sempurna. Karena novel ini aku harus menghadiri beberapa kegiatan misalnya talkshow,jumpa fans sampai menandatangani beberapa buku asli. Buku ini berhasil menjadi best seller dalam waktu 2 bulan saja. Rekor yang cukup bagus untuk novelis
baru sepertiku. Tapi tentu ada yang harus ku korbankan, ternyata jadi orang yang CUKUP TERKENAL itu sudah sangat melelahkan, aku sering sakit karena kecapekan, bahkan sesekali di opname karena seringkali begadang akibat tuntutan penerbit agar novel keduaku segera diluncurkan

Umur riyan sekarang 28 dan aku 26 tahun
Riyan menunjukan keinginan nya untuk menikah walau dia beralasan jika neneknya lah yang menyuruhnya untuk menikah. Riyan anak yatim piatu yang tinggal sama nenek dan kakeknya dimasa kecilnya, tapi waktu dia sma kelas 2 kakeknya juga meninggal. Aku yang sedari tadi meledek tak bisa berbicara apa apa lagi saat dia melipat keningnya kebingungan. Kayaknya dia benar benar bingung untuk masalah ini. Aku mencoba menyelesaikanya dengan memperlihatkan beberapa model majalah. “kalau kau mau, kau tinggal pilih, nggak ada yang nolak seorang arsitek sepertimu”. Riyan hanya
tertawa dan aku tahu hatinya belum tenang. Seminggu lagi kita harus balik lagi ke kampung itu.Menemui neneknya riyan yang lagi sakit sakitan.
ßßß
Aku tak akan terlupa. Riyan melamar aku di depan neneknya. Aku melambung, benar benar rasanya seperti berada di lapisan awan saat kalimat itu muncul begitu saja dari mulutnya riyan dengan getaran ragu ragu. Neneknya bingung lalu sesegera mungkin rasanya bumi bergemuruh. Aku yang sedang berada dilapisan awan tadi, langsung jatuh bebas tampa pengaman menghantam tanah. Merintih kesakitan
“pulang kau, siapa suruh kau menggoda cucuku, wanita murahan”suara nenek riyan membuat seluruh sendiku melemah
Aku langsung berdiri. Memori itu muncul silih berganti. Sudah lama sekali aku tak diperlakukan begini. Aku kira sudah cukup.
Aku tahu riyan menyusulku. Apa cerita tentangku telah menyebar di kampung ini. Aku tak pernah membayangkan perjalanan panjang itu harus menyisakan ini. Pandangan sebelah mata terhadapku. Aku tak mempunyai pembelaan karena memang pantas diriku dihina. Aku rendah sekali.
Aku menghilang. Ntah apa yang membuatku sampai berfikir sesempit ini. Aku tak mendengarkan penjelasan riyan terlebih dahulu tentang perasaanya yang seharusnya jadi seseuatu yang ingin sekali aku dengar. Aku kembali membuka lembaran lembaran baru lagi. Sekarang aku bukan lagi penulis hanya seseorang guru honorer untuk daerah tertinggal. Aku bisa belajar banyak hal disini bukan hanya sekedar menempatkan seseorang sebagai grafitasi hidupku.
ßßß

Bagaimana nasip penggemarku?
Iseng iseng sepulang mengajar aku mendatangi satu satunya warnet dikampung ini. sebenarnya aku penasaran dengan kepergianku yang tampa kabar. Bagaimana ya dengan penerbit itu, bagaimana dengan kontrak majalah itu, ahhh, terlalu jauh! bagaimana dengan penggemarku yang telah menjadi kunci kesuksesanku? Makanya mungkin dari fanpage fecebook yang mengataskan namaku itu bisa aku temukan jawabanya. Ya, tentu saja
            Fanpage ini memang sesuai dugaanku. Dipenuhi pertanyaan oleh beberapa fans yang merindukan karyaku. Ohh, jadi merindukan karyaku bukan aku?(lagak sok ngajak berantem). Damai, hahaha, aku hanya becanda. Semoga kalian baik baik saja. Kecup basah untuk semua fans ku yang ada disana
            Perhatianku langsung tertuju pada postingan si pembuat akun palsu yang mengingatkanku pada cerita bersambung tentang malaikat yang kuceritakan itu. awalnya dia memposting begini
            Bagaimana pun malaikat itu tak sama seperti mu. Walaupun dia tahu bagaimana kebutuhanmu tampa kau harus menyebutkanya. Dia membantu, tapi dia juga ada waktu saat melepaskan bayanganmu. Jangan membuatnya mematahkan sayapnya. Biarkan dia pergi, terbang lagi, sampai dia temukan bahagianya sendiri. jangan mempersempit kebahagianya untuknya, bunuhlah egois terbitkan rasa mengalah. Cengkramlah perasaan yang membuatmu seakan tak mau bernafas tampanya. Karena ini dunia nyata, yang artinya bukan milik kalian berdua. Berhenti bermain sandiwara, kembalikan semua ke asalnya.
            Itu benar kalimat yang aku tuliskan tetapi ada komentar dari akun palsu
            Kau telah membuatnya terlebih dahulu mematahkan sayapnya. Sekarang kau dimana? Bahkan sekarang kau meninggalkanya sendirian.
riyan
            aku langsung bisa menarik kesimpulan jika riyan telah membaca semua yang kutuliskan. Si pembuat akun palsu itu riyan, penggemar rahasia selama ini adalah riyan. Oh tuhan, apa yang dia maksudnya dnegan telah mematahkan sayap itu karena dia sudah tahu persis perasaanku. Jadi dia hanya berpura pura tak tertarik dengan apa yang aku tuliskan disetiap karyaku. Ternyata dia membaca, bahkan kalau ingin memilih aku ingin seumur hidup dia tak pernah tahu. Mungkinkah dia terluka sekarang? Lebih terasa menyakitkan jika mengetahui dia seperti itu. Atau barangkali lamaran dia waktu itu hanya tak tega melihatku bersedih karena sudah tahu isi hatiku. Tak ingin melihat orang yang mencintainya menderita. Kalau alasanya seperti itu jujur aku lebih lega dibandingkan jika riyan menaruh perasaanya padaku
ßßß
            1 tahun setelah pertemuan terakhir kali aku dan riyan
            Aku sering sakit sakitan akhir akhir ini. Badanku sering lemah tak bertenaga. Aku terserang demam tinggi, meriang bahkan sesekali disertai diare. Dokter bilang mungkin karena aku kecapekan, kehujanan, salah makan atau mungkin juga keanginan. Diagnosis yang sesimpel itulah yang membuatku mulai meragukan kebenaranya. Aku merasakan fisikku ini mulai mencurigakan padahal aku telah memperhatikan makananku, selalu memakai baju hangat jika malam tiba, bahkan aku tak merasa cukup kelelahan dibandingan saat aku jadi orang yang CUKUP TERKENAL seperti itu dulu. Aku hanya seorang guru honerer yang hanya bekerja dari pagi sampai matahari tepat diatas kepala jam 1 siang. Tapi mengapa aku selemah ini?
            Aku keluar sebentar dari kampung ini. Aku tahu ada rumah sakit di luar kampung ini yang fasilitasnya lumayan lengkap. Mungkin saja bisa menjawab keraguanku tentang penyakit misterius itu. Setelah memberitahu keluhanku dokter memutuskan aku segera cek darah. Butuh waktu 3 hari sampai hasilnya keluar dan benar benar memastikan penyakitku
            Tangan dokter itu mengusap ngusap bahuku. Berusaha membuatku tegar dengan diagnosisnya. AIDS ini penyakit serius ,seakan begitulah cara dokter itu memberi tahuku. Aku harus direhabilitasi sesuai anjuranya. Aku merasa ini buruk sekali
ßßß
            9 bulan setelah diagnosis itu
            Aku semakin kurus, lihatlah badanku kini hanya tulang berlapis jangat. Mataku cekung, rambutku yang dulu sering terurai panjang lama kelamaan semakin menipis. Aku seperti zombi kalau lagi bekaca. Menikmati hidup yang mungkin sebentar lagi. Setiap hari aku habiskan dengan berkomunikasi dengan orang orang yang senasip denganku. Walaupun merasa terisolasi, sekurang kurangnya kami merasa diri kami beharga disini, dari pada dilingkungan biasa yang mungkin tak sedikit yang mengucilkan kami karena takut tertular virus berbahaya.
            Hidup itu seperti menembus sebuah terowongan gelap dengan banyak pintu. Ikuti kata hati, pemikiran, penimbanganmu jika kau ingin memilih jalan yang mana. Asalkan kau bertemu ujungnya, untung untung ada cahaya diakhir hidupmu. Kalau masih terlalu gelap tapi telah berada di ujung perjalanan itu saat nya kamu berhenti. Mungkin kamu bisa berbahagia dengan orang orang yang telah menemukan cahaya terang mereka sebelum akhir perjalanan yang melelahkan. Menikmati yang menurut sebagian orang hambar. Memberikan cahaya semu ditengah kegelapan itu. cahaya semu yang abadi karena iklas telah bersemedi di relung hati.
            6 bulanya lagi
            Aku mendengar kabar tentang mu jika kau telah menikah dengan wanita pujaanmu yang dulu itu;yanmei. Mungkin hanya cinta yang tertunda saat yanmei meninggalkanmu waktu itu. Padahal di lubuk hatimu paling dalam kau masih saja membawa namanya kemana mana. Nama yang selalu dengan bangga kau ceritakan padaku, tentang gadis lugu, pemberani dan mempunyai pemikiran jenius tiada duanya. Kalian serasi sekali, seorang arsitek mempersunting bidadarinya seseorang dokter muda, malaikat itu telah menemukan kebahagianya.

Bagaimana dengan aku?
Hari ini hari ulang tahunku. Pusat rehabilitasi ini melakukan pesta kecil kecilan untuk 28 tahunya aku hadir di dunia. Tersenyum untuk mentari pagi. jangan pedulikan soal umur, walaupun aku tak mampu lagi menelan apapun termasuk kue ulang tahun itu. sekurang kurangnya aku masih bisa menghembuskan nafas untuk memudurkan lilin lilin itu. membuat harapan dalam dalam. Sampai semuanya berjalan sekhitmat ini lagi.

3,5 tahun kemudian
Kau berkaus biru, mengejar seorang anak kecil yang terlalu hyper aktif yang sedang berlarian kesana kemari. Kau sepertinya kewalahan dengan anak laki laki bermata sipit itu. sedangkan istrimu tak bisa bergerak bebas karena lagi hamil tua anak mu yang kedua. Anak itu lucu sekali saat menertawakanmu dengan giginya yang belum tumbuh semua. Tapi selelah lelahnya kau aku tahu persis jika keluarga kecil mu ini adalah kebahagian terbesarmu. Tak jarang bukan, kau lupa bahan persentasimu yang harus kau sampaikan besok, hanya demi ingin cepat cepat pulang untuk berkumpul dengan mereka

Seminggu kemudian
Selamat, anak kecil itu telah lahir. Dia seorang perempuan yang menurutku mirip sekali dengan kau. Lihatlah hidungnya tinggi sama sepertimu, dan tentunya ada garis kelopak mata seperti milikmu, kau terlihat bahagia sekali, sampai kau meneteskan air mata karena terlalu haru mungkin menurutmu. Aku curiga itu anak akan menjadi kau versi cewek jika sudah besar, hehehe, aku hanya bercanda
ßßß

            Kau boleh mengunjungiku sesukamu. Kalau itupun kau mempunyai banyak waktu untuk melintasi dua pulau dari desa kita dulu. Tapi ada syaratnya, jangan sedih melihat nasipku, aku baik baik saja kawan. Jangan mengeluarkan kata kata penyesalan lagi, karena semuanya tak seburuk yang kau bayangkan. Sedangkan aku saja kuat kenapa kau yang terlihat begitu lemah saat memandangi nisan ku. Aku tahu aku tak akan hidup lagi, tetapi disini aku juga telah temukan hidupku walaupun ada dimensi yang memisahkan kita. Aku bisa bertemu ibuku, bahkan aku bisa tahu keadaanmu sekarang, dan aku bisa bersatu dengan angin. Aku juga bisa terbang melebihi tinggi layangan mu dulu dimasa kecil kita. aku baik baik saja dan sekali lagi aku baik baik saja.

selesai



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sistem Saraf Pada Ikan

Filosofi barang antik